Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan penerbitan visa furoda adalah di luar kewenangan Kemenag. Meski begitu, pemerintah tetap berupaya berkomunikasi dengan otoritas Saudi.
"Iya kita lagi menunggu Saudi. Itu kan di luar kewenangan kami, tapi kami akan bantu insya Allah," ujar Nasaruddin di kantor Kemenag, Kamis (29/5).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abdul Wachid juga menegaskan bahwa tak hanya Indonesia yang mendapatkan penerbitan visa furoda, melainkan semua negara.
"Yang saya dengar langsung dari sini ya, itu (visa) furoda memang tidak keluar tidak hanya Indonesia, (melainkan) semua negara yang memberangkatkan jemaah haji. Enggak ada, satu pun enggak ada," ujar Abdul dikutip detik, Sabtu (31/5).
Ia menyebut pengetatan ini dilakukan demi kenyamanan jemaah. Pemeriksaan diperketat di semua jalur masuk ke Makkah, termasuk dari Jeddah dan Madinah.
Abdul juga mengimbau agar penyelenggara travel tidak mempersulit pengembalian dana kepada jemaah yang batal berangkat dan menyarankan agar dana dikembalikan secara utuh atau dititipkan bagi yang bersedia menunggu musim haji selanjutnya.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Hilman Latief juga turut memberikan kepastian bahwa visa furoda tidak diterbitkan.
"Sampai hari ini belum ada informasi apapun yang kami terima soal pembukaan visa furoda. Kami tegaskan, pemerintah hanya bertanggung jawab atas kuota resmi yang telah ditetapkan, yaitu 98 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus," ujar Hilman saat berada di Makkah, Arab Saudi, Minggu (1/6).
Ia menjelaskan visa furoda atau visa mujamalah merupakan jalur undangan pribadi dari pemerintah Arab Saudi yang sepenuhnya diurus oleh penyelenggara perjalanan swasta, di luar tanggung jawab pemerintah Indonesia.
Sementara itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M Mufti Mubarok meminta agar seluruh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), terutama yang menangani visa furoda, tetap bertanggung jawab atas hak-hak calon jemaah yang gagal berangkat tahun ini.
"Para penyelenggara haji furoda harus tetap memenuhi hak jemaah. Kegagalan dalam proses keberangkatan tidak serta-merta menghapus tanggung jawab mereka. Asas keadilan dan transparansi tetap harus dijunjung," tegas Mufti dalam keterangan resminya, Selasa (3/6).
Sebagai bentuk dukungan terhadap perlindungan konsumen, BPKN, kata dia, siap membuka posko pengaduan serta memfasilitasi proses mediasi antara calon jemaah dengan pihak travel.
"Kalau diperlukan, kami siap turun langsung sebagai mediator, agar penyelesaian bisa dilakukan secara adil dan bermartabat," ujarnya.
Mufti juga mengingatkan masyarakat dan pelaku usaha perjalanan haji untuk lebih waspada dalam menyikapi skema penyelenggaraan haji furoda maupun umrah, terutama di tengah perubahan regulasi yang terus dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi.
"PIHK harus benar-benar memahami kebijakan terbaru dari Kerajaan Arab Saudi dan memastikan seluruh layanan yang diberikan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Ke depan, BPKN akan terus memperkuat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait guna meningkatkan pengawasan terhadap jalur haji non-kuota, termasuk penggunaan visa mujamalah.
Ketua Bidang Humas dan Media DPP AMPHURI Abdullah Mufid Mubarok menyebut ketidakpastian visa furoda tahun ini merugikan banyak travel haji. Mereka telah membayar layanan di Arab Saudi, memesan tiket, dan hotel, bahkan ada yang upgrade ke bintang lima, dengan asumsi visa akan terbit seperti biasa.
"Kerugiannya bisa capai Rp1 miliar hingga Rp2 miliar, apalagi kalau jemaahnya lebih dari 50 orang," ujarnya, dikutip detikcom.
Salah satu calon jemaah, Naufal (31), mengaku telah menyetor ratusan juta rupiah sejak Ramadan. Ia berharap bisa berangkat tahun depan atau setidaknya uang dikembalikan jika gagal berangkat tahun ini. Namun, ia memaklumi jika ada potongan karena sebagian dana sudah digunakan untuk persiapan.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah menjamin hak-hak calon jemaah furoda yang gagal berangkat, khususnya terkait pengembalian dana secara adil dan transparan.
"Refund harus dilakukan dengan prinsip keadilan, kewajaran, dan keterbukaan," ujar Ketua YLKI Nita Emiliana, Rabu (3/6).
YLKI juga meminta pemerintah mengawasi proses refund secara ketat dan memastikan jadwal pengembalian agar konsumen memperoleh kepastian. Selain itu, pemerintah diminta menindak tegas agen yang masih memasarkan kuota furoda meski keberangkatan tak pasti.
YLKI membuka posko pengaduan bagi jemaah terdampak dan akan bersurat resmi untuk mendorong pendataan nama-nama jemaah yang batal berangkat. Nita juga menyarankan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ikut mengawasi agar tidak terjadi praktik bisnis yang merugikan konsumen.
(kay/isn)