Kisah Pilu di NTB, Kakak Kandung Jual Adik Usia 14 Tahun hingga Hamil

CNN Indonesia
Kamis, 12 Jun 2025 18:57 WIB
Seorang kakak kandung di NTB tega menjual adiknya sendiri ke pria hidung belang. Korban diperkosa hingga hamil dan melahirkan seorang bayi prematur.
NTB jadi salah satu provinsi yang masih berkutat dengan kemiskinan, ketimpangan, dan persoalan sosial lainnya. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Ketimpangan ekonomi, keterbatasan akses pendidikan, dan lapangan kerja yang sempit mendorong banyak keluarga terjerumus dalam siklus kemiskinan antargenerasi. Situasi inilah yang sering kali menjadi titik awal eksploitasi hingga pernikahan anak.

Kondisi tersebut diperparah dengan maraknya praktik pernikahan dini. Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB membeberkan dispensasi perkawinan anak pada tahun 2024 mengalami penurunan yaitu 581 kasus dari sebelumnya tahun 2023 sebanyak 723 kasus.

Melansir laman resmi Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum NTB, meskipun mengalami penurunan, NTB masih menduduki sebagai daerah darurat perkawinan anak di Indonesia. Dalam mengupayakan hal ini, Pemprov NTB mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.

"Tahun 2024, Provinsi Nusa Tenggara Barat menempati posisi teratas sebagai penyumbang perkawinan anak atau pernikahan dini saat ini. Ini tentunya menjadi keprihatinan kita bersama. Bahaya pernikahan dini dari sisi psikologis belum siap, dari sisi kesehatan juga masih masa pertumbuhan," tutur Penyuluh Hukum Ahli Muda Kanwil Kemenkum NTB Linda Sastra Maya, Mataram, Rabu (19/2).

Sementara itu, Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) tentang Pencegahan Perkawinan Anak tidak mengatur pemberian sanksi.

Komisioner KPAI Ai Rahmayanti menilai hal tersebut menjadi salah satu faktor tingginya angka perkawinan anak di NTB.

"Nah di faktor regulasi ini memang di NTB sendiri sudah ada peraturan daerah terkait pencegahan perkawinan anak namun tidak mengandung sanksi. Kemudian juga tidak ada komitmen anggaran dari pemerintah daerah," kata Rahmayanti di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (26/5).

Rahmayanti menekankan Perda Pencegahan Perkawinan Anak di NTB yang dikeluarkan tahun 2021 itu tidak mengatur sanksi untuk perangkat daerah yang berkontribusi dalam menyelenggarakan pernikahan ini.

Menurut Rahmayanti, faktor lain yang turut meningkatkan tingginya kasus perkawinan anak di NTB adalah faktor adat dan agama. Maka dari itu, ia meminta Kemendagri untuk meninjau seluruh aturan yang menyematkan aturan mengenai sanksi.

"Nah kami KPAI juga merekomendasikan agar Kemendagri juga meninjau ulang terkait dengan peraturan daerah tersebut," tambahnya.

Di sisi lain, Rahmayanti menilai Perda pencegahan pernikahan anak ini bisa merujuk pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). UU TPKS disebut sudah mengatur ancaman pidana hingga denda ratusan juta rupiah bagi pihak yang menyelenggarakan pernikahan dini.

"Secara regulasi ini juga sudah ada di Undang-Undang TPKS Pasal X, di sana ada ancaman pidana 9 tahun atau denda Rp200 juta kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan anak," ujarnya.

Faktor kemiskinan struktural yang mengakibatkan meningkatnya eksploitasi hingga pernikahan anak-anak di bawah umur juga tak lepas dari indeks kriminalitas.

Meskipun belum ditemukan data terbaru kriminalitas NTB 2025, namun Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Mataram Kombes Pol. Ariefaldi Warganegara mengungkapkan indeks kriminalitas di Kota Mataram, NTB selama 2024 mencapai 34 persen.

"Kasus kejahatan pada tahun 2024 sebanyak 329 kasus. Sedangkan, tahun sebelumnya sebanyak 499 kasus. Hal ini mengalami penurunan 170 kasus dengan persentase 34,07 persen," kata Ariefaldi dalam konferensi pers, Mataram, Selasa (31/12) dilansir ANTARA.

Ariefaldi menyampaikan bahwa pencurian masih mendominasi kategori kriminalitas pada 2024, yang kemudian diikuti oleh penganiayaan, pembunuhan, asusila, narkoba, kepemilikan senjata api ilegal, peredaran uang palsu, pencurian kayu hutan dan perjudian.

Sementara jika ditarik mundur, tindak kriminalitas pada tahun 2023 lebih tinggi dibanding tahun 2022 dan 2024, yakni sebanyak 5.341 kasus.

Meski begitu, perlu dicatat bahwa kategori kejahatan seksual dan eksploitasi anak masih masuk dalam daftar kasus yang ditangani. Ini menunjukkan bahwa meski indeks kriminalitas menurun, ancaman terhadap anak-anak, terutama perempuan masih tinggi, dan membutuhkan pendekatan perlindungan yang menyeluruh.

(kay/wis)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER