Kasus bermula dari laporan keuangan Sritex pada 2021 yang menunjukkan kerugian Rp15,6 triliun, padahal di tahun sebelumnya masih meraup laba sebesar Rp1,24 triliun.
Setelah diselidiki, ditemukan tagihan belum lunas senilai Rp3,58 triliun dari berbagai bank, termasuk Bank Jateng, Bank BJB, Bank DKI, Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menyebut pemberian kredit tersebut tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dan melanggar UU Perbankan. Selain itu, kredit disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp692.980.592.188 dari total nilai outstanding sebesar Rp3,58 triliun," jelas Qohar.
Tiga tersangka telah ditetapkan, yakni Iwan Setiawan Lukminto selaku eks Dirut Sritex 2005-2022, Zainuddin Mappa selaku Dirut Bank DKI 2020, dan Dicky Syahbandinata selaku Pimpinan Komersial Bank BJB 2020.
Baru-baru ini, Kejagung mengusut dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook yang diperkirakan senilai Rp9,9 triliun di bawah Kemendikbudristek periode 2019-2023. Proyek ini dilakukan saat Nadiem Makarim menjabat Mendikbudristek, dengan dana berasal dari DSP dan DAK.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyebut pengadaan ini tidak efektif karena minimnya infrastruktur internet di banyak daerah.
"Kenapa tidak efektif, karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama," ujarnya.
Nadiem kemudian menyatakan pengadaan dilakukan sebagai mitigasi learning loss selama pandemi Covid-19.
"Saya tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apapun," tegas Nadiem dalam konferensi pers, Selasa (10/6).
Kejagung masih mengusut kasus ini dengan terus melakukan pemeriksaan terhadap para saksi, termasuk mantan staf khusus (stafsus) Nadiem, di antaranya, Fiona Handayani, Juris Stan, dan Ibrahim.
Di tengah penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, Nadiem menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dan memberikan klarifikasi jika diperlukan.
"Saya percaya bahwa proses hukum yang adil akan dapat memilah antara kebijakan mana yang dijalankan dengan iktikad baik dan mana yang berpotensi menyimpang dalam pelaksanaannya. Saya tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apapun," tegasnya.
Hingga kini, Kejagung masih menghitung secara pasti nilai kerugian negara dan meneruskan lebih lanjut penyidikan kepada sejumlah saksi dan barang bukti terkait kasus dugaan korupsi ini.
Dalam kasus tata niaga timah periode 2015-2022, Kejagung menetapkan 23 tersangka dan 5 korporasi, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), PT SIP, PT TIN, PT SB, CV VIP.
Jampidsus Febrie Adriansyah menyatakan total kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang dibebankan ke kelima korporasi mencapai Rp152 triliun.
Total kerugian negara berdasarkan audit BPKP bahkan mencapai Rp300,003 triliun, mencakup kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun. Beberapa dari tersangka telah divonis di pengadilan.
"Ini sekitar Rp152 triliun. Sisanya dari Rp271 triliun yang telah diputuskan hakim itu jadi kerugian negara sedang dihitung BPKP siapa yang bertanggung jawab tentunya akan kita tindak lanjuti," ujar Febrie.
Salah satu tersangka utama dalam kasus ini adalah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Dirut PT Timah 2016-2021, dan Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin.
(fra/kay/fra)