Muhammadiyah Rela Tunggu 1 Abad Demi Penerapan Kalender Hijriah Global
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan organisasinya rela bersabar puluhan tahun bahkan hingga satu abad demi terciptanya ukhuwah atau persatuan dalam penggunaan kalender Hijriah global.
Hal itu disampaikannya saat peluncuran dan penerapan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan, Universitas 'Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta pada Rabu (25/6).
Haedar mengomentari soal umat Islam yang sekarang belum bisa seragam memakai kalender Hijriah, baik nasional maupun global. Muhammadiyah, kata Haedar, menganggap itu sebagai jalan terjal demi membangun ukhuwah melalui pemakaian kalender Hijriah.
"Tapi mudah-mudahan, di tingkat nasional, syukur nanti kalau sampai ke tingkat dunia, yakni sederhana saja, ya. Satu hari, satu tanggal untuk semua kawasan dunia Islam. Bisakah kita ber-ukhuwah?" kata Haedar.
Proses penyelarasan pemikiran, kata Haedar, mungkin memakan waktu lama. Seperti halnya ketika pemahaman dan praktik arah kiblat di Indonesia yang mencapai puluhan tahun.
Tapi, Haedar menjamin Muhammadiyah akan bersabar demi terciptanya ukhuwah itu.
"Hal-hal yang menyangkut perbedaan-perbedaan, dan juga kepentingan di balik perbedaan itu, bisa diselesaikan secara musyawarah mufakat. Prosesnya mungkin lama, bisa 10 tahun, bisa 50 tahun, bisa satu abad, tetapi Muhammadiyah, insya Allah, sabar menanti," kata Haedar.
Perbandingan kalender Hijriah dan Masehi
Bagaimanapun, Haedar tetap berharap proses penyelarasan kalender Hijriah ini tak sampai berlarut-larut. Dia mengatakan generasi saat ini yakni Gen-Z dan milenial ingin sistem penanggalan Hijriah bisa paten layaknya kalender Masehi yang diakui global.
"Mereka akan membandingkan. Kalender Masehi, itu sudah tidak ada masalah, baik untuk urusan ibadah saudara-saudara kita dari Kristen dan Katolik, baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat, akan selalu merayakan Natal pada tanggal 25 Desember. Yang berbeda hanya jamnya, hari dan tanggalnya tidak berbeda. Kenapa umat Islam, yang bisa 8 abad lamanya menciptakan peradaban yang jaya, kok belum bisa ke situ?" kata Haedar.
Haedar meyakini ada sederet perbedaan pandangan di tengah umat muslim, seperti ikhtilaf menyangkut diniyah murni; perbedaan membaca Surat Al-Fatihah secara jahr atau sirr; perlu tidaknya qunut; serta ragam gerakan salat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Bagi Haedar, itu semua tak menjadi permasalahan karena tak terikat ruang, waktu, serta peredaran benda-benda langit yaitu matahari, bulan, dan bumi dalam menentukan kalender.
Dia pun menyinggung Surat Yunus Ayat 5 dalam Alquran-- salah satu landasan KHGT-- berbunyi soal matahari dan bulan yang diciptakan dengan orbit yang pasti.
"Orang awam akan sulit mencerna. 1 Ramadan, 1 Syawal, 10 Zulhijjah, termasuk 9 [Zulhijjah] untuk wukuf Arafah, ketika berbeda, bahkan satu hari, bahkan ada yang dua hari sebelumnya, orang akan bertanya, bagaimana mungkin dalam kalender Islam dan umat Islam, hari kok bisa dua sampai tiga?" ucap Haedar.
"Padahal, peredaran bulan, matahari, dan bumi eksak. Kalau dia sudah beredar, dia tidak bisa mundur lagi untuk memenuhi hari yang kedua. Setelah beredar, mundur lagi untuk memenuhi hari yang ketiga karena perbedaan. Kalau tiga organisasi berbeda, kan tiga hari berbeda. Bagaimana mungkin hari berbeda dan berikutnya hari itu sama-sama kembali? Itu sangat tidak rasional," sambungnya.
Terbuka untuk diskusikan KHGT
Adapun gagasan konsep KHGT, lanjut Haedar, sudah banyak dirintis dalam pandangan perorangan. Sementara Muhammadiyah sebagai kekuatan besar dari organisasi Islam modern dengan rendah hati menghadirkan sistem penanggalan ini.
Maksud Haedar, Muhammadiyah akan sangat terbuka untuk berdialog membahas kekurangan KHGT dan sistem penanggalan lainnya.
Kata Haedar, organisasinya juga akan ngobrol dengan Kementerian Agama RI mengenai pengimplementasian kalender ini.
"Mari kita duduk bersama, tetapi tujuannya adalah kalender global tunggal. Istilahnya itu, mau kucing apapun, terserah. Yang penting bisa menangkap tikus. Mau perdebatan apapun, silakan, tapi ada satu kalender tunggal milik kita bersama," ujarnya.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hamim Ilyas sementara itu dalam penjelasannya menyampaikan bahwa peluncuran KHGT merupakan hasil kajian mendalam yang telah diputuskan pada Musyawarah Nasional (Munas) ke-32 pada Februari 2024.
Dia mengatakan keputusan ini mengadopsi hasil Muktamar Turki 2016 yang dianggap memenuhi syariat Islam dan berbasis ilmiah.
Hamim juga tak menampik soal klaim KHGT yang bisa berlaku penanggalannya hingga 100 tahun ke depan. Akan tetapi, demi mengedepankan prinsip kehati-hatian maka pemakaiannya semestinya dievaluasi setiap 25 tahun sekali.