Hakim MK: Penulisan Ulang Sejarah Harus Objektif, Bukan oleh Penguasa

CNN Indonesia
Senin, 30 Jun 2025 21:21 WIB
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengingatkan penulisan ulang sejarah Indonesia harus dilakukan secara objektif dan tidak ditulis orang yang berkuasa. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia --

Hakim konstitusi Arief Hidayat mengingatkan penulisan ulang sejarah Indonesia harus dilakukan secara objektif dan tidak ditulis orang yang berkuasa.

Hal itu disampaikan Arief menanggapi rencana pemerintah Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Kebudayaan di bawah Fadli Zon terkait proyek penulisan ulang sejarah Indonesia.

Proyek tersebut belakangan juga menuai sorotan karena menghilangkan sejumlah babak, terutama mengenai pelanggaran HAM berat.

"Ada pameo, sejarah itu dituliskan oleh orang yang berkuasa. Supaya untuk penulisan sejarah yang akan dilakukan, jangan menggunakan pameo itu," kata Arief kepada wartawan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (30/6).

"Sejarah harus ditulis secara objektif, tidak ditulis oleh orang yang berkuasa. Itu saja," ia menegaskan.



Namun, Arief mempersilakan agar proyek penulisan ulang sejarah Indonesia itu tetap dilanjutkan. Ia menyatakan hanya mengingatkan soal aspek objektivitas dan kejujuran.

"Ya boleh diteruskan, tapi penulisannya secara objektif dan jujur, tidak mengatakan bagaimana ada pameo sejarah dituliskan oleh orang yang berkuasa menurut versinya," ucap dia.

Lebih lanjut, Arief juga menegaskan jika penulisan ulang sejarah ditulis berdasarkan versi orang berkuasa dan tidak objektif, maka hal itu merupakan sebuah kekeliruan.

"Ya, enggak benar itu," ujarnya.

Proyek penulisan sejarah Kementerian Kebudayaan sejak awal terus menuai sorotan karena ,enghilangkan sejumlah babak, terutama mengenai pelanggaran HAM berat.

Belakangan, rencana hal itu semakin menuai penolakan menyusul video wawancara "Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis soal Revisi Buku Sejarah" yang tayang di kanal YouTube IDN Times pada 10 Juni 2025.

Dalam wawancara tersebut, Fadli menyampaikan dua pernyataan yang sangat bermasalah dan berujung kritik keras dari banyak lapisan masyarakat.

Ia menyatakan tidak terdapat bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan massal, dalam peristiwa 1998. Kemudian Fadli mengklaim informasi tersebut hanya rumor dan tidak pernah dicatat dalam buku sejarah.

Pernyataan Fadli Zon itu pun mendapat kecaman berbagai pihak, termasuk dari DPR dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus kekerasan 1998 yang dibentuk Presiden ketiga RI BJ Habibie.

(chri)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK