Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyatakan tuntutan terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) bukan sarana balas dendam.
Kata jaksa, ini merupakan pembelajaran agar kesalahan serupa tidak terulang kembali.
"Bahwa tuntutan pidana ini bukanlah merupakan sarana balas dendam, melainkan suatu pembelajaran agar kesalahan kesalahan serupa tidak terulang di kemudian hari," ujar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (3/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surat tuntutan tersebut terdiri dari 1.300 halaman. Atas kesepakatan para pihak, jaksa hanya membacakan pokok-pokoknya saja.
Wawan mengatakan jaksa tidak mengejar pengakuan Hasto melainkan fakta yang terungkap dalam sidang.
"Penuntut Umum menyakini kebohongan di masa saat ini adalah utang kebenaran di masa akan datang, yang perlu menjadi catatan bahwa untuk membuktikan perkara ini, Penuntut Umum tidak mengejar pengakuan terdakwa tetapi lebih mengacu pada alat bukti yang telah terungkap di persidangan," ucap dia.
Jaksa meyakini Hasto terlibat dalam kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk kepentingan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Hasto diduga mengeluarkan sebagian uang suap sejumlah Rp400 juta.
Jaksa juga meyakini Hasto telah merintangi penyidikan perkara Harun Masiku. Hasto disebut memerintahkan anak buahnya untuk menghilangkan barang bukti dan meminta Harun Masiku melarikan diri (hingga saat ini belum diketahui keberadaannya).