Fraksi PDIP kembali menegaskan sikapnya untuk menolak proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang saat ini tengah berlangsung di bawah Kementerian Kebudayaaan.
Pernyataan itu disampaikan anggota Komisi X DPR dari fraksi PDIP, Bonnie Triyana dalam rapat bersama Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, Rabu (2/6).
"Kami dari Fraksi PDIP menyatakan, meminta proyek penulisan sejarah ini setop saja. Dihentikan, seperti itu. Itu sikap kami," kata Bonnie dalam paparannya saat rapat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bonnie yang berlatar belakang sebagai seorang sejarawan itu mengungkap kekhawatirannya bahwa proyek penulisan ulang sejarah di bawah Fadli sebagai state denial on human right violation atau penyangkalan negara terhadap kekerasan kemanusiaan.
Menurut dia, ada tiga bentuk penyangkalan yang diduga tengah dilakukan negara lewat proyek penulisan ulang sejarah. Pertama, literal denial atau bentuk pengingkaran langsung terhadap kasus pelanggaran HAM.
Kedua, interpretative denial atau bentuk pengingkaran, namun menafsirkan ulang dan mereduksi dampak terhadap korban. Ketiga, implicatory denial atau menerima peristiwa kasus pelanggaran HAM, namun tak melakukan apapun atau tidak bertanggungjawab.
"Jadi negara tidak mau bertanggung jawab. Nah saya khawatir yang terjadi belakangan ini termasuk interpretative denial. Jadi Pak Menteri mengakui, tapi ada semacam tafsiran terhadap makna massal yang kemudian menggeser perdebatan kita menjadi perdebatan semantik," kata Bonnie.
"Bukan kepada substansi persoalan itu sendiri. Karena itu terjadi," imbuhnya.
Ketua Fraksi PDIP, Utut Adianto mengakui bahwa fraksinya meminta agar proyek penulisan ulang sejarah RI dihentikan. Dia membenarkan bahwa masalah itu telah dibahas panjang di internal fraksinya.
"Kalau kita udah punya sikap," kata Utut.
Ditemui usai rapat, Fadli tak menjawab tegas soal tuntutan agar proyek penulisan ulang sejarah ditunda. Dia bilang pihaknya dalam waktu dekat bakal melakukan uji publik penulisan tersebut.
Menurut Fadli, uji publik terutama akan dilakukan terhadap narasi dan data penulisan, termasuk aspirasi yang telah disampaikan sejumlah pihak. Uji publik termasuk akan melibatkan perguruan tinggi hingga para ahli.
Menurut Fadli, pihaknya membuka peluang untuk merevisi materi penulisan. Untuk saat ini, dia meminta agar publik tak berburuk sangka terhadap materi penulisan. Sebab, hasilnya toh belum dipublikasikan.
"Kita akan melakukan uji publik. Jadi kita akan melakukan uji publik terhadap apa yang ditulis, ya bulan Juli ini," katanya.