Segudang Masalah di Papua yang Harus Diurus Wapres Gibran

CNN Indonesia
Kamis, 10 Jul 2025 07:51 WIB
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan menghadapi segudang masalah di Papua, mulai dari konflik bersenjata, pelanggaran HAM, dan kemiskinan.
Aksi kekerasan bahkan kontak tembak antara TNI-Polri dengan kelompok bersenjata masih terjadi di sejumlah wilayah Papua. (ANTARA FOTO/IWAN ADISAPUTRA)

Dinas Kehutanan Papua Barat juga mencatat bahwa aktivitas non-kehutanan di kawasan hutan lindung dan konservasi, seperti tambang ilegal di Distrik Masni dan Distrik Hing, telah menyebabkan kerusakan ekologis.

Hutan Papua merupakan salah satu hutan hujan tropis terbesar di dunia, dengan luas sekitar 42,5 juta hektar. Rinciannya, 33,75 juta hektar berada di Provinsi Papua dan 8,75 juta hektar di Papua Barat.

Dalam 20 tahun terakhir, tercatat 663.443 hektare kawasan hutan alam telah dilepaskan, dengan puncak deforestasi terjadi pada 2015 seluas 89.881 hektar.

Deforestasi, illegal logging, eksploitasi tambang, dan perluasan perkebunan sawit skala besar menjadi ancaman serius, tak hanya terhadap lingkungan tapi juga eksistensi masyarakat adat yang bergantung pada hutan.

Alih fungsi hutan dinilai memperparah konflik sosial, memicu potensi konflik baru terkait perebutan sumber daya, hingga krisis kepercayaan terhadap pemerintah pusat dan daerah.

Pemetaan partisipatif wilayah adat memang telah dilakukan sebagian, namun belum sepenuhnya terintegrasi dalam kebijakan tata ruang nasional.

Komnas HAM turut menyoroti pertambangan nikel yang dilakukan di enam pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya, karena berpotensi besar melanggar hak asasi manusia, terutama di bidang lingkungan hidup.

"Berpotensi sangat kuat menimbulkan adanya pelanggaran HAM, terutama di bidang lingkungan hidup. Setiap warga negara punya hak dan dijamin dalam konstitusi untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang sehat," kata Ketua Komnas HAM RI Anis Hidayah dalam keterangan tertulis, Jumat (13/6).

Komnas HAM menilai bahwa keenam pulau yang menjadi lokasi tambang seharusnya dilindungi, sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Selain kerusakan ekologis, tambang nikel di wilayah ini juga dapat memicu konflik horizontal antarwarga yang pro dan kontra terhadap tambang.

Ditpolairud Polda Papua Barat juga pernah menetapkan lima tersangka penambang emas ilegal di kawasan hutan lindung di Raja Ampat berdasarkan laporan polisi tertanggal 12 Desember 2024. Kelima tersangka, yakni LN, JD, ZN, AD, dan JK, telah ditahan.

"Kelima tersangka dan barang bukti telah kita amankan," kata Kasubdit Gakkum Ditpolairud, Kompol Farial M Ginting, Selasa.

Para tersangka dijerat Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020, dengan ancaman pidana penjara lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

Belum lagi kasus dugaan perampasan tanah adat di Kabupaten Merauke, Papua Selatan dan sejumlah wilayah lain di Bumi Cendrawasih.

Korupsi

Tak hanya itu, persoalan korupsi juga menjadi sorotan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kerugian negara sebesar Rp1,2 triliun dalam kasus penyalahgunaan Dana Penunjang Operasional Pemprov Papua tahun 2020-2022.

"Saat ini KPK sedang melakukan penyidikan terkait dengan penggelembungan dan penyalahgunaan Dana Penunjang Operasional dan Program Peningkatan Pelayanan Kedinasan Kepala Daerah Provinsi Papua tahun 2020-2022 dengan perhitungan kerugian negara mencapai Rp1,2 triliun," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (11/6).

Kasus ini melibatkan DE selaku bendahara pengeluaran bersama almarhum Lukas Enembe, Gubernur Papua saat itu. KPK kini menelusuri aliran dana dan berupaya melakukan perampasan aset.

"Kalau kita konversi jika nilai tersebut kita gunakan untuk upaya-upaya peningkatan kesehatan masyarakat Papua, nilai Rp1,2 triliun bisa untuk membangun berbagai fasilitas kesehatan ataupun fasilitas pendidikan, baik sekolah-sekolah dasar, menengah, atas, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, di mana dua sektor itu menjadi salah satu yang tentu harus kita tingkatkan dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat di Papua," ungkap Budi.

Skor MCP (Monitoring, Controlling, Surveillance, and Prevention) Papua tahun 2024 turun menjadi 38 dari sebelumnya 55. Nilai Survei Penilaian Integritas (SPI) pun stagnan di angka 64.

Kesehatan terabaikan

Tak hanya itu, isu kesehatan juga menjadi persoalan penting yang perlu ditindaklanjuti. Tingkat penularan malaria di Papua masih tertinggi di Indonesia. Selain itu, kasus influenza like illness (ILI) tercatat sebagai penyakit paling banyak menyerang masyarakat Papua sepanjang 2024.

Dilansir Antara, Kepala Dinas Kesehatan Papua Selatan, Benedicta Herlina Rahanggiar, mencatat ada 23.529 kasus ILI, disusul malaria 22.451 kasus, diare akut 13.389 kasus, TBC 5.962 kasus, dan pneumonia 1.051 kasus.

Masalah pendidikan di Papua juga tak luput dari perhatian. Kepala Dinas Pendidikan Papua, Christian Sohilait, mengungkap berbagai hambatan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi X DPR RI, Selasa (23/3).

Ia menyoroti persoalan kesejahteraan guru, minimnya sarana prasarana, dan dampak konflik terhadap pendidikan. Di Kabupaten Nduga, sebanyak 4 ribu siswa tak sekolah selama 2 tahun 8 bulan akibat konflik.

"Pemerintah daerah (Provinsi Papua) bergantung pada bapak, ibu. Kami sekarang sangat bermohon-mohon untuk ini kita selesaikan masalah guru ini," ujarnya.

Ia juga menyoroti ketimpangan digital, dengan 64 persen wilayah Papua tak memiliki akses internet, sehingga kebijakan pembelajaran daring sulit diterapkan.

Bahkan, untuk permintaan fasilitas dasar seperti WC, para guru harus melobi langsung ke pejabat.

"Satu sekolah ada lima guru. Nanti satu guru pergi lobi ke pak gubernur, satu lobi ke Kadisdik, satu lobi ke DPR, satu lobi kepada siapa lagi, hanya minta WC atau ruang kelas atau buku. Lalu mereka tinggalkan sekolah itu," tuturnya.

Ia meminta dukungan anggaran dari pusat untuk membayar gaji 1.400 guru PPPK dan 3.527 guru honorer, seraya menegaskan bahwa hal ini merupakan bagian dari mandat Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

"Kalau waktu Inpres 9/2020 tentang Percepatan Papua dan Papua Barat hanya empat tahun, maka sebenarnya ketika Papua mengusulkan sesuatu untuk percepatan pembangunan, seharusnya jangan ditawar," pungkas Christian.

(fra/kay/fra)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER