Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyampaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) ditargetkan rampung pada September 2025.
Salah satu poin yang menjadi perhatian utama adalah penguatan posisi dan perlindungan hukum bagi advokat.
"Ini kabar terbaik, bahwa kami lagi menyusun KUHAP. Bagaimana fungsi advokat ini harus di-protect, jangan sampai di ujung. Ketika mendampingi kliennya itu, hanya di persidangan tahunya sudah jadi tersangka," ujar Cucun dalam acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII Periode 2025-2030 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (13/7).
Ia menyoroti kasus-kasus di mana seseorang dipanggil sebagai saksi, namun kemudian diumumkan sebagai tersangka tanpa pendampingan hukum sejak awal.
Karena itu, RUU KUHAP yang sedang dibahas akan memastikan seorang tersangka diberi tahu tentang haknya untuk didampingi advokat sejak tahap awal pemeriksaan.
Perlindungan serupa juga akan berlaku untuk terdakwa, saksi, maupun korban di seluruh tahapan proses peradilan pidana.
Cucun juga menyampaikan DPR sedang membuka ruang partisipasi publik dan melibatkan para pakar dalam pembahasan. Hal ini agar tidak terjadi sengketa hukum terkait aspek formil RUU seperti yang sebelumnya pernah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jangan sampai sudah jadi KUHAP masuk di MK, para hakim MK masuk lagi dalam yuridis formilnya. Bagaimana DPR membahas tanpa melibatkan publik dan sebagainya," tuturnya.
Selain itu, dalam revisi KUHAP nanti, advokat akan diberikan hak untuk menyampaikan pendapat secara aktif, termasuk mengajukan keberatan dalam berita acara pemeriksaan.
Hal ini dinilai penting agar peran advokat benar-benar tercermin dalam proses hukum, tidak hanya sebagai pendamping pasif.
Cucun juga menyinggung soal perlindungan hukum terhadap advokat yang menjalankan profesinya dengan iktikad baik.
"Selama ini kan ya advokat bisa dipidanakan juga. Ini yang menjadi PR-PR bagi kita semua menjalankan fungsi-fungsi legislasi yang sedang berjalan, terutama KUHAP," tambahnya.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman sebelumnya memastikan bahwa isu penyadapan tidak akan dimasukkan dalam RUU KUHAP. Penyadapan akan dibahas secara terpisah melalui undang-undang khusus.
Pernyataan ini merespons kekhawatiran Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) terkait potensi penyalahgunaan kewenangan penyadapan oleh aparat penegak hukum.