Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dilakukan secara terbuka dan melibatkan berbagai pihak tanpa dilakukan secara tergesa-gesa.
Puan mengatakan DPR melalui Komisi III DPR RI masih terus membahas RUU tersebut dengan melibatkan pakar serta perwakilan masyarakat dalam setiap tahapan.
"Terkait dengan KUHAP, DPR tentu saja sampai saat ini masih melakukan proses pembahasan. Dan kami melakukan pembahasan tersebut secara terbuka, mengundang pihak-pihak yang memang kami harus lakukan bersama-sama untuk bisa melakukan pembahasan tersebut," kata Puan usai Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/7).
Saat ini, draf revisi KUHAP yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 itu telah memasuki tahap pembahasan di tingkat tim perumus (Timus) dan tim sinkronisasi (Timsin) usai pembahasan daftar inventarisir masalah (DIM).
Puan memastikan pembahasan tidak akan dipercepat hanya demi mengejar tenggat waktu. Dia mengatakan penyerapan aspirasi bahkan telah dilakukan sejak beberapa bulan lalu.
"Jadi kita tidak terburu-buru, kita juga sudah melakukan ini dari bulan-bulan yang lalu, dari sidang-sidang yang lalu. Dan nanti tentu saja kami akan juga membuka hal ini pada waktunya," kata politikus PDIP tersebut.
Sebelumnya, DPR bersama pemerintah menargetkan RKUHAP rampung pada September mendatang. Diharapkannya, KUHAP yang baru akan berlaku pada 2 Januari 2026 bersamaan dengan KUHP yang lebih dulu disahkan menjadi UU 1/2023.
Pimpinan Komisi III DPR menyebut draf RUU KUHAP akan dikembalikan ke Panja untuk proses finalisasi setelah tahap penyelarasan redaksional tuntas. Mereka menegaskan bahwa masukan dari kelompok sipil masih bisa dimasukkan selama disetujui seluruh fraksi di DPR.
Koalisi masyarakat sipil sebelumnya memberikan sejumlah catatan terhadap substansi dan proses pembahasan RKUHAP. Mereka menyoroti pembahasan lebih dari 1.600 DIM yang dibahas hanya dalam dua hari.
Pada Senin (14/7), rencana debat dan audiensi antara koalisi sipil dan Komisi III DPR itu gagal lantaran kedua pihak ngotot menolak ajakan masing-masing.
Koalisi meminta audiensi digelar di luar alias di depan gerbang Pancasila kompleks parlemen. Sementara, Komisi III DPR meminta audiensi digelar di ruang rapat.