Pengusul Hari Kebudayaan 17 Oktober Klaim Tak Tahu Tanggal HUT Prabowo

CNN Indonesia
Jumat, 18 Jul 2025 06:21 WIB
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dikenal pula sebagai politikus Gerindra. Fadli Zon telah menetapkan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional. (CNNIndonesia/Sakti Darma Abhiyoso)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Maestro seni ketoprak asal DI Yogyakarta, Nano Asmorodono mengaku tak tahu menahu tanggal Hari Kebudayaan Nasional (HKN) yang diusulkannya bersama sejumlah pemerhati budaya lainnya bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Presiden RI Prabowo Subianto.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang juga politikus Gerindra sebelumnya meneken keputusan yang menetapkan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional (HKN). Hal itu menjadi polemik karena tanggal tersebut bertepatan dengan HUT Prabowo yang juga pendiri dan Ketua Umum Gerindra saat ini.

Saat berbincang dengan wartawan, Nano mengaku penentuan tanggal itu adalah hasil inisiasinya dan diusulkan bersama delapan tokoh-pemerhati budaya lainnya yang tergabung dalam Tim Sembilan Garuda Plus.

"Saya inisiator, pengusulnya ini ada Sembilan Garuda Plus. Inisiator saya, saya lontarkan kepada teman-teman, [ide] ditangkap oleh Sembilan Garuda Plus itu," kata Nano saat dihubungi belum lama ini.

Terkait HKN yang bertepatan dengan HUT Prabowo, menurut Nano itu cuma kebetulan semata. Dirinya mengaku sebelum ini tak pernah tahu tanggal lahir Prabowo.

"Kalau itu bertepatan dengan lahirnya Pak Prabowo, saya malah enggak tahu, aku enggak tahu, aku enggak ngerti lahirnya Pak Prabowo kapan, lahirnya Pak Jokowi [Presiden ketujuh RI Joko Widodo] kapan," klaim Nano.

Nano lantas menjelaskan dia dan kawan-kawan dalam Sembilan Garuda Plus mengusulkan 17 Oktober jadi Hari Kebudayaan Nasional justru merujuk ada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang ditandatanganimPresiden Sukarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada 17 Oktober 1951.

Dalam peraturan itu, pemerintah menetapkan Lambang Negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila, lengkap dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika", sebagai identitas bangsa.

"Kalau itu diarani (diartikan) wah kok bareng lahirnya Pak Prabowo, wah ora ngerti lahirnya Pak Prabowo, dan saya enggak tahu sama sekali kalau itu pas kebetulan," ucapnya.

"Jadi tidak ada kaitan-kaitannya itu, saya malah enggak tahu. Pokoknya saya hanya, seniman-seniman ini kan enggak tahu, lahirnya Pak Jokowi kapan lahirnya, yang saya tahu lahirnya Bung Karno [Presiden pertama RI Sukarno] malah ngerti, karena sudah masuk dalam sejarah. Kalau yang lainnya presiden, yang lainnya lahirnya Habibie [Presiden ketiga RI BJ Habibie] kapan apa ngerti," sambung Nano.

Nano pun memastikan pengusulan tanggal HKN jatuh pada 17 Oktober juga telah melalui kajian akademis secara mendalam, termasuk menggelar Focus Group Discussion (FGD) menggandeng berbagai sanggar. Artinya, klaim dia, bukan secara tiba-tiba.

Usul ini, klaim Nano, berangkat dari keinginannya akan adanya hari atau momen untuk memperingati kesenian tari, wayang, keris juga teater yang diwadahi dalam 'rumah besar' yaitu Hari Kebudayaan Nasional.

Ia pun membantah ada tendensi di balik pengusulan tanggal HKN ini, lebih-lebih jika sampai disebut 'menjilat' Pemerintahan Prabowo.

"Yang penting itu tadi, tidak ada kaitannya apa-apa dengan siapapun, murni ini dari seniman murni, seniman yang ora kondang, seniman yang murni pengen punya Hari Kebudayaan karena itu pekerjaan, menjadi profesi, ini diterima ya syukur alhamdulillah, sing wong cilik sing ngusulke dudu wong gede sing ditompo, ya karena ini kemurnian dan kesucian itu bukan ada tendensi yang lainnya opo meneh politik," katanya.

Mengutip dari laman TVRI Yogyakarta, tim Sembilan Garuda Plus itu selain Nano juga terdiri atas Achmad Charis Zubair, Rahadi Saptoto Abro, Bimo, Esti Wuryani, Isti Sri Rahayu, Arya Ariyanto, Yani Saptohoedojo, Yati Pesek, dan Oni Wantara.

Penetapan HKN berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 yang ditandatangani Fadli Zon pada 7 Juli 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Pemerintah disebut Fadli berkomitmen untuk terus meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai kebudayaan nasional, memperkuat posisi budaya dalam kemajuan peradaban bangsa, serta menjadikannya sebagai dasar pembangunan karakter masyarakat.

Fadli pun mengajak komunitas budaya, akademisi, dan masyarakat luas untuk menjadikan Hari Kebudayaan Nasional sebagai bagian dari gerakan bersama membangun Indonesia yang beradab dan berbudaya.

Fadli mengatakan penetapan HKN berasal dari kalangan seniman dan budayawan Yogyakarta, baik dari tradisi maupun seni kontemporer. Mereka telah melakukan kajian sejak Januari 2025 dan menyampaikan gagasan itu kepada Kementerian Kebudayaan setelah melalui serangkaian diskusi mendalam.

Di sisi lain penetapan tanggal itu pun mengundang polemik karena bertepatan dengan HUT Prabowo. Prabowo dilahirkan di Jakarta pada 17 Oktober 1951.

Merespons hal itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidengan (PCO) Hasan Nasbi mengingatkan publik agar tak 'cocoklogi'.

"Kita tidak menganut otak-atik gathuk atau cocoklogi, kalau kebetulan enggak apa-apa. Ini kan soal kebetulan. Kebetulan-kebetulan itu banyak. (Tanggal) 21 Juni Bung Karno wafat, 21 Juni Presiden ke-7 Indonesia lahir. Kalau cocoklogi bisa panjang, tapi kita tidak menganut cocoklogi," ujar Hasan di kantornya, Jakarta, Rabu (16/7).

"Orang yang memperingati 17 Oktober sebagai hari kebudayaan, boleh. Orang yang mau memperingati 17 Oktober sebagai hari lahirnya seseorang juga boleh. Jadi, kita mulai belajar lah untuk menghindari dari cocoklogi dan otak-atik," imbuhnya.

(kum/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK