Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan penyidik KPK yang menjadi saksi dalam persidangan melakukan penyelundupan fakta.
Hasto menyebut keterangan para penyidik KPK tersebut juga sarat asumsi tanpa data dan bukti lain yang sah.
"Berdasarkan hal tersebut, penyidik yang kemudian menjadi saksi-saksi internal KPK terbukti telah memasukkan keterangan yang bersifat asumsi tanpa didukung bukti atau keterangan saksi lain yang sah. Proses ini, menurut terdakwa, disebut sebagai penyelundupan fakta," ujar Hasto saat membacakan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/7).
Salah satu contoh keterangan yang dianggap sebagai asumsi dan penyelundupan fakta adalah terkait dana operasional. Hasto menyinggung penyidik KPK, Arief Budi Rahardjo, yang menyatakan adanya restu dan kesanggupan dari Hasto untuk memberikan dana talangan.
Hasto membantahnya. Menurutnya, berdasarkan fakta persidangan, keterangan tersebut tidak pernah diamini oleh saksi Saeful Bahri maupun Donny Tri Istiqomah.
"Fakta hukum di persidangan ini sangat jelas bahwa terkait dengan dana operasional, dana suap, sumber dana, dan penggunaannya, semuanya merupakan hasil kreasi dari Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah dengan dukungan Harun Masiku, dan hal ini tidak pernah dilaporkan kepada terdakwa," ujarnya.
Atas dasar itu, Hasto menilai tidak ada legitimasi hukum bagi jaksa untuk melanjutkan penuntutan terhadap dirinya. Ia pun meminta agar dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima.
"Tidak ada dasar yang sah bagi penuntutan terhadap terdakwa. Sehingga surat dakwaan harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas penuntutan dikembalikan ke KPK," kata Hasto.
Hasto juga menyinggung kasus korupsi proyek Hambalang yang menjerat mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan kasus mantan Ketua KPK Antasari Azhar atas kematian Nasrudin Zulkarnain.
Hal itu bermula saat Hasto membahas tuntutan tujuh tahun penjara yang diinginkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Hasto mengaku terkejut atas hal tersebut. Dia mempertanyakan apakah tuntutan pidana jaksa KPK berasal dari nurani atau ada faktor lain yang melatarbelakangi.
"Pertanyaan ini penting, sebab Penuntut Umum juga punya tanggung jawab profesi dan etis. Nama-nama para Penuntut Umum tersebut akan menjadi catatan sejarah di dalam penegakan hukum yang seharusnya berkeadilan," ujarnya.
Hasto lantas menyinggung kasus Anas dan Antasari. Menurut dia, dua kasus itu kental dengan kekuatan politik di luar KPK.
"Kasus bocornya Sprindik Anas Urbaningrum misalnya. Juga persoalan yang menimpa mantan Ketua KPK Antasari Azhar, sangat kental sekali bagaimana kekuatan atau kekuasaan politik di luar telah memengaruhi KPK," katanya.
Sebelumnya, Hasto dituntut dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut jaksa, Hasto telah terbukti merintangi penanganan perkara Harun Masiku yang merupakan mantan calon legislatif PDIP.
Hasto disebut menghalangi penyidik KPK menangkap Harun Masiku yang sudah buron sejak tahun 2020 lalu.
Selain itu, Hasto juga dinilai terbukti menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sejumlah Sin$57.350 atau setara dengan Rp600 juta.
Suap diberikan agar Wahyu yang sempat menjadi kader PDIP mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto disebut memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku.
Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka tetapi belum diproses hukum, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.
Ada satu nama lain yakni Agustiani Tio Fridelina (mantan Kader PDIP dan mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu) yang juga sudah selesai menjalani proses hukum.
Upaya memasukkan Harun Masiku ke Senayan untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada akhirnya gagal. KPU melantik Kader PDIP Riezky Aprilia sebagai Anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Sumatera Selatan.
(fra/ryn/fra)