Akademisi Kritik Keras Soal Partisipasi Publik di Pembahasan RKUHAP

CNN Indonesia
Senin, 21 Jul 2025 15:42 WIB
Bivitri Susanti dari STH Indonesia Jentera kritik pembahasan RKUHAP yang minim partisipasi publik. Dia menekankan pentingnya suara masyarakat dalam legislasi.
Bivitri Susanti dari STH Indonesia Jentera kritik pembahasan RKUHAP yang minim partisipasi publik. Dia menekankan pentingnya suara masyarakat dalam legislasi. (Foto: Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengkritik keras pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat luas.

Bivitri mengatakan proses legislasi oleh anggota DPR belakangan berlangsung ugal-ugalan dengan menihilkan partisipasi publik yang bermakna.

"Saya cerita sedikit soal RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) itu, karena saya baru saja minggu lalu memberikan keterangan ahli di Mahkamah Konstitusi untuk uji formil Undang-undang BUMN. Dua minggu sebelumnya uji formil juga, Undang-undang TNI. Sebulan sebelumnya uji formil juga, Undang-undang KSDAHE. KSDAHE sudah kalah, yang dua belum," kata Bivitri dalam agenda 'Akademisi dan Praktisi Menggugat RKUHAP 2025' di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Depok, Senin (21/7).

"Tapi, poin saya adalah, kenapa formil, formil, formil? Karena proses legislasi kita memang ugalan-ugalan betul," imbuhnya.

Bivitri mengatakan anggota DPR sering memaknai partisipasi bermakna sebagai kuantitas pertemuan dengan masyarakat sipil atau pihak terkait.

Padahal, Putusan MK Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 (halaman 393) sudah mengartikan partisipasi bermakna sebagai hak masyarakat untuk didengar pendapatnya (the right to be heard), hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya (the right to be considered), dan hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (the right to have an explanation).

Bivitri lantas menceritakan momen saat Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengundang perwakilan koalisi untuk audiensi di dalam Gedung DPR. Koalisi menolak lantaran ingin diskusi dilakukan di luar gedung.

"Ini buat teman-teman yang bukan anggota koalisi ya, saya sekalian cerita saja segitu culasnya menurut saya anggota legislatif sekarang. Sampai akhirnya kita yang harus mengajak keluar, karena kalau kita diundang ke dalam pertemuan privat pun akan diklaim, 'kami sudah partisipatif karena kami sudah ketemu nih dengan anggota koalisi tanggal segini, segini, segini.' Padahal, itu bukan yang namanya partisipasi bermakna," ucap Bivitri.

Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) ini bilang DPR sering kali mengecilkan makna partisipasi bermakna dengan hanya menghadirkan guru-guru besar dalam audiensi.

Padahal, dalam pembentukan hukum acara pidana yang mengatur hajat hidup semua orang, masih banyak pihak terkait lainnya yang perlu didengar pelbagai masukannya. Satu di antaranya ialah korban.

"Pengalaman tidak bisa digantikan begitu saja dengan pengetahuan... pengalaman korban, korban seperti kawan kita di belakang yang kepalanya diinjak waktu demonstrasi misalnya padahal tindak pidananya enggak jelas, itu tidak bisa kami (akademisi atau praktisi) gantikan. Saya ingin bilang sering kali yang dilakukan oleh DPR adalah mengecilkan partisipasi bermakna itu cuma dengan menghadirkan guru-guru besar, guru-guru kecil kayak kita-kita ini enggak," ucap Bivitri.

"Kalau sudah jadi guru besar, dia akan masuk di pembuktian di MK bahwa partisipasi bermakna sudah dilakukan. Tapi korban tidak didengar, tidak dianggap penting bahkan," katanya menambahkan.

Sebelumnya, tepatnya pada Kamis (10/7) lalu, Komisi III DPR bersama pemerintah secara resmi merampungkan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RKUHAP.

Sebanyak 1.676 DIM rampung dibahas hanya dalam waktu dua hari sejak Rabu (9/7). Dari jumlah itu, sebanyak 1.091 DIM bersifat tetap dan 295 DIM redaksional.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman yang juga Ketua Panja RKUHAP menjelaskan dari total 1.676 DIM, ada 68 DIM yang diubah, 91 DIM dihapus, dan 131 DIM dengan substansi baru.

Setelah DIM rampung, pembahasan RKUHAP akan masuk pada tahap sinkronisasi.

Sementara itu Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan pembahasan RKUHAP ditargetkan rampung pada September 2025. Dia menyebut DPR membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan.

"Ini kabar terbaik, bahwa kami lagi menyusun KUHAP. Bagaimana fungsi advokat ini harus di-protect, jangan sampai di ujung. Ketika mendampingi kliennya itu, hanya di persidangan tahunya sudah jadi tersangka," kata Cucun, Minggu (13/7).

(fra/ryn/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER