Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyampaikan apresiasi atas langkah konkret Pemerintah Indonesia dalam mencapai kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS), yang berhasil menurunkan tarif impor menjadi 19 persen, dari rencana awal 32 persen.
Direktur Eksekutif Aprisindo, Yoseph Billie Dosiwoda, menyampaikan pihaknya mengapresiasi langsung Presiden Prabowo Subianto, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan jajaran yang terlibat aktif dalam proses panjang tersebut.
"Ini tentu bukan perjuangan yang mudah dapat menyepakati penurunan tarif impor produk Indonesia menjadi 19% dari rencana awal ditetapkan sebesar 32% oleh Presidan Donald Trump," kata Billie dalam keterangannya dikutip Senin (21/7).
Ia menilai keberhasilan ini merupakan kabar baik bagi industri alas kaki nasional yang selama ini dikenal sebagai sektor padat karya.
Industri ini saat ini menyerap hampir 960 ribu tenaga kerja langsung yang sebagian besar berada di Pulau Jawa, serta menopang mata pencaharian lebih dari 1,3 juta orang secara tidak langsung.
Menurut Billie, keberlangsungan industri alas kaki nasional sangat bergantung pada berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
Salah satu faktor eksternal yang sangat mempengaruhi adalah kebijakan tarif resiprokal dari pemerintah AS. Oleh sebab itu, keberhasilan negosiasi ini diyakini akan memberi dampak positif langsung terhadap performa ekspor nasional.
"Angka expor alas kaki pada 2024 mencapai 2.393,74 juta dollar ke AS yang diharapkan ke depan mengalami peningkatan signifikan," ujarnya.
Lebih jauh, Billie menilai capaian ini meski bagi sebagian pihak dianggap masih menyisakan tantangan, sejatinya harus dilihat sebagai peluang strategis bagi Indonesia.
Ia menegaskan, penurunan tarif ini akan memberi dorongan baru bagi peningkatan nilai ekspor dan investasi di sektor industri alas kaki yang secara langsung berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Dengan tarif baru ini, ia optimistis posisi Indonesia akan semakin kompetitif dibandingkan dengan negara-negara pesaing di kawasan. Saat ini, Vietnam memiliki tarif masuk ke AS 20%, Kamboja 36%, Malaysia 25%, Thailand 36%, Laos 40% dan Korsel dan Jepang 25%.
"Di Sektor Alas Kaki, pekerja Indonesia memiliki keunggulan kualitas dalam membuat alas kaki dengan telaten dan rapih dimana pihak buyer akan mencari kualitas lebih bagus dengan tarif masuk dengan harga yang terjangkau untuk memanfaatkan peluang ini," ujarnya.
Dalam kesempatan ini dia mengatakan bahawa tarif resiprokal AS merupakan kondisi eksternal yang mempengaruhi industri dalam negeri yang harapannya menjadi percepatan agenda reformasi struktural melalui pendekatan de-regulasi yang konsisten lintas sektor bagi kondisi internal.
"Percepatan deregulasi lintas kementerian dan lembaga perlu segera dilakukan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi," ujarnya.
Dengan demikian, kata dia, penting bagi Aprisindo mendorong pemerintah untuk terus melindungi dan memperbaiki iklim investasi yang kondusif dan kemudahan berusaha di dalam negeri.
Seperti program deregulasi (perampingan kebijakan yang lebih mudah dari syarat administrasi dan teknis), proses perizinan yang mudah baik pengurusan AMDAL, syarat Standart Nasional Indonesia (SNI).
Kemudian, kebijakan renewable energy solar panel listrik yang terjangkau, kemudahan proses ekspor dan impor, penetapan UMK yang dapat dijangkau berdasarkan inflasi dengan aturan yang jelas tidak berubah-ubah.
(inh)