Belajar Pakai Chromebook di Sekolah Indonesia, Bagaimana Realitanya?

CNN Indonesia
Kamis, 24 Jul 2025 07:09 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --

Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbud periode 2019-2022.

Selama periode itu, Kemendikbud mengadakan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah-sekolah di Indonesia khususnya di daerah 3T dengan total anggaran mencapai Rp9,3 triliun.

Pengadaan laptop ini dipilih menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook meskipun memiliki banyak kelemahan dan tidak efektif untuk sarana pembelajaran pada daerah 3T karena belum memiliki akses internet.

Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan empat orang tersangka yakni Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah; Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih; Mantan stafsus Mendikbud Nadiem Makarim, Jurist Tan; dan Mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbud, Ibrahim Arief.

Atas perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun yang terdiri dari kerugian akibat Item Software (CDM) sebesar Rp480 miliar dan mark up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun.

CNNIndonesia pun mencoba menelusuri realita penggunaan Chromebook itu dalam kegiatan belajar mengajar atau pelaksanaan pendidikan di sejumlah sekolah di Indonesia.

Salah satunya, SMP Negeri 4 Jombang, Jawa Timur, menjadi salah satu sekolah yang sudah lebih dari setahun menerapkan sistem digitalisasi pembelajaran menggunakan Chromebook bantuan pemerintah.

Namun, pemanfaatan laptop ini masih terbatas, karena hanya empat kelas yang menerima masing-masing satu paket berisi 32 unit Chromebook. Selain itu diakui salah satu guru bahwa koneksi stabil ke internet jadi kendala lainnya.

Salah satu guru SMPN 9 Jombang Dwi Fathurohman, mengatakan Chromebook dinilai lebih ringan dibandingkan laptop biasa, serta menyimpan data online menggunakan akun belajar siswa masing-masing. Namun, keterbatasan akses internet menjadi tantangan tersendiri.

"Untuk kelebihannya dibandingkan dengan laptop, itu prosesornya lebih ringan. Jadi siswa kalau mengakses ke materi atau sumber belajar itu lebih mudah, kemudian tidak membutuhkan banyak data atau waktu yang lama. Itu kan penyimpanannya pribadi sesuai dengan akun belajar masing-masing dari siswa," ujar Dwi Selasa (22/7), dikutip dari siaran CNN Indonesia TV, Rabu (23/7).

"Kalau kelemahannya di jaringan internet. Jadi misalnya Chromebook ini kan harus terkoneksi ke internet. Tapi alhamdulillah di sekolah SMPN 4 kami menyediakan internet itu sampai 3000 Mbps. Jadi lebih, bandwidth-nya kita naikkan. Jadi insya Allah tidak ada trouble sampai saat ini," tambahnya.

Salbia, salah satu murid di sekolah itu pun membagikan kesannya mengikuti kegiatan kelas pakai Chromebook.

"Lebih mudah aksesnya, lebih mudah untuk membuat tugas, sama ngirim-ngirim yang ada di Google, ngerjain pakai Google Dokumen juga lebih mudah," kata Salbia.

Dalam hal pemeliharaan perangkat, pihak sekolah telah menyiapkan mekanisme servis internal untuk kerusakan ringan agar tidak membebani orang tua siswa.

Kepala Sekolah SMPN 4 Jombang, Agus Tri Prastyo menyebut untuk kerusakan parah seperti layar pecah atau baterai drop, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) digunakan karena perangkat tersebut merupakan aset negara.

"Jadi di sini kalau (rusak) yang ringan-ringan ya kita serviskan. Dari biaya sekolah kalau yang ringan-ringan gitu. Tapi kalau sudah pecah ya ini kan punya negara ya. Atau baterainya yang rusak ya punya negara, kalau kita ini ada dana BOS yang bisa digunakan untuk perbaikan-perbaikan itu," jelas Agus.

Meski demikian, pihak sekolah berharap jumlah bantuan Chromebook dapat ditambah. Hal ini karena untuk memenuhi kriteria sebagai sekolah rintisan Google, setidaknya 80 persen fasilitas digital harus tersedia di seluruh kelas.

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim (tengah) didampingi kuasa hukum  Hotman Paris (kanan) dan Mohamad Ali Nurdin (kiri) menjawab pertanyaan wartawan terkait isu pengadaan chromebook di Jakarta, Selasa (10/6/2025). Dalam klarifikasi tersebut mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim menyatakan bersikap terbuka dan kooperatif terhadap proses hukum yang sedang berlangsung terkait dugaan penyimpangan dalam program pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk sekolah. (ANTARA FOTO/Ferlian Septa Wahyusa)Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim (tengah) didampingi kuasa hukum Hotman Paris (kanan) menjawab pertanyaan wartawan terkait isu pengadaan chromebook di Jakarta, Selasa (10/6/2025). (ANTARA FOTO/Ferlian Septa Wahyusa)

Pengalaman berbeda terjadi di SDN 04 Ciomas, Bogor, Jawa Barat.

Sekolah ini menerima 15 unit Chromebook dari Kemendikbud Ristek pada tahun 2020. Namun, para guru memerlukan waktu cukup lama untuk dapat memanfaatkan perangkat tersebut secara optimal. Baru pada tahun 2024, para guru bisa mulai menggunakannya setelah mengikuti pelatihan khusus dari kementerian.

"Mungkin bukan kesulitan ya, mungkin itu tahap awal ketika mendapatkan bantuan Chromebook ini, namanya juga barang baru, kita harus adaptasi terlebih dahulu, kita harus mengenal terlebih dahulu fungsi-fungsinya, jadi bukan kesulitan. Mungkin karena tahap awal kita untuk ketika mendapatkan, jadi kan butuh pengenalan terlebih dahulu," kata Ilham Mukhlika, guru SDN 04 Ciomas dikutip dari siaran CNNIndonesia TV.

Sementara itu, nasib lebih buruk dialami SDN 1 Gunaksa, Klungkung, Bali. Dari total 15 Chromebook bantuan yang diterima pada gelombang pertama tahun 2020, tujuh di antaranya rusak dan tidak dapat digunakan lagi.

Chromebook di sekolah ini baru mulai digunakan pada tahun 2022 karena terkendala pandemi Covid-19. Namun, ironisnya, perangkat tersebut tidak pernah digunakan untuk kegiatan belajar mengajar di kelas.

Chromebook hanya digunakan untuk asesmen atau penilaian mutu siswa secara daring setahun sekali. Selain itu, perangkat juga tidak bisa dipasang aplikasi tambahan karena sistemnya sudah terkunci sejak awal.

"Tidak bisa (untuk pembelajaran). Karena tidak bisa dimasukkan aplikasi lain. Ini cuma hanya pelatihan ANBK saja," kata Luh Made Risna Prahastini, guru SDN 1 Gunaksa.

"Sebelumnya sempat ada rencana untuk memperbaiki (Chromebook). Karena setelah ditanya-tanyakan, tidak ada katanya alat untuk memperbaikinya. Harus dibawa ke Jakarta. Makanya enggak bisa diperbaiki. Jadinya didiemin aja," tambahnya.

Akhirnya, untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, sekolah menggunakan sembilan unit laptop biasa yang dibeli dari dana BOS.

Sekolah ini juga telah melengkapi enam ruang kelas dengan proyektor dan layar, sehingga keberadaan Chromebook tidak berdampak signifikan terhadap proses pembelajaran.

Meski demikian, pihak sekolah berharap agar Chromebook yang rusak dapat segera ditarik ke Jakarta untuk diperbaiki. Perangkat ini tetap dibutuhkan untuk asesmen siswa kelas 5 setiap tahunnya.

Ketidaksiapan sekolah maupun tenaga pendidik dalam memanfaatkan Chromebook telah menjadi perhatian sejak awal oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

Plt Koordinator ICW, Almas Sjafrina menilai pengadaan Chromebook di masa pandemi bukanlah kebijakan yang tepat sasaran, apalagi ketika infrastruktur dasar belum merata.

"Tapi bagi kami, pada saat itu melakukan atau membelanjakan uang yang cukup besar untuk program digitalisasi pendidikan ketika infrastruktur dasarnya sendiri belum mumpuni, ini menjadi satu pengadaan yang terkesan dipaksakan," ujar Almas.

Sebelumnya, Kejagung mengungkapkan Nadiem merupakan pihak utama yang merencanakan program pengadaan Chromebook sebagai bagian dari Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022.

Selama periode tersebut, Kemendikbudristek mengadakan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah-sekolah di Indonesia khususnya di daerah 3T dengan total anggaran mencapai Rp9,3 triliun.

Nadiem telah dua kali diperiksa Kejagung sebagai saksi.

[Gambas:Video CNN]

(kay/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER