Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama tim khusus tengah memfinalisasi regulasi untuk mengatur kegiatan sound horeg yang selama ini menuai polemik di berbagai daerah. Ada empat poin utama yang dinilai krusial.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengungkapkan tim dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemprov Jatim dan Polda Jatim telah berkoordinasi intens untuk merumuskan aturan tersebut.
Aturan itu ditargetkan bisa ditelurkan setidaknya pada 1 Agustus mendatang, atau setidaknya sebelum hari HUT RI pada 17 Agustus nanti.
"Ada empat area [dalam bakal aturan sound horeg] yang menjadi perhatian," kata Emil di Surabaya, Rabu (30/7).
Pertama adalah batasan desibel yang diperbolehkan dari pelaksanaan kegiatan sound horeg. Desibel adalah satuan ukuran untuk mengukur kerasnya suara; satuan ukuran untuk mengukur ketajaman pendengaran, dilambangkan dengan 'dB'.
"Pertama, bahwa batasan desibel yang berlaku dalam berbagai peraturan tidak boleh dilanggar," kata Emil.
Sebagai catatan, merujuk WHO lewat inisiatif Make Listening Safe, tingkat paparan suara aman maksimal bagi manusia adalah 85 dB selama 8 jam per hari. Sementara itu untuk kekuatan 100 dB hanya aman selama 15 menit per hari tanpa pelindung telinga.
"Paparan yang terus-menerus hampir pasti menyebabkan gangguan pendengaran seiring waktu," demikian dikutip dari publikasi WHO terkait inisiatif Make Listening Safe tersebut.
Poin kedua, lanjut Emil, adalah soal dimensi kendaraan yang digunakan dalam kegiatan sound horeg. Dimensi dan modifikasi kendaraan harus mengikuti standar keselamatan yang berlaku.
"Ada pengaturan tentang dimensi kendaraan dan bagaimana itu harus mengikuti standar ya, standar keamanan," ucapnya.
Terkait dimensi kendaraan itu, sebelumnya Emil pernah menyinggung soal aturan UU Lalulintas dan Angkutan Jalan yang mengatur soal overkapasitas muatan.
Poin ketiga menyentuh soal aktivitas pendukung, seperti pertunjukan tari dan hiburan lainnya yang kerap menyertai gelaran rombongan sound horeg.
"Tentunya juga berkaitan dengan hal-hal kegiatan-kegiatan lainnya, misalnya ada tarian atau apa itu, dan bagaimana itu diatur," ujar Emil.
kemudian poin keempat menekankan pentingnya pengaturan rute dan waktu pelaksanaan kegiatan sound horeg.
Emil menyebutkan, zona-zona merah seperti area fasilitas kesehatan harus bebas dari iring-iringan sound horeg.
Begitu pula dengan batasan jam.
"Zona merahnya di mana, tidak boleh lewat faskes (fasilitas kesehatan), kalau di jalan kecil seperti apa, kalau di jalan protokol. Jamnya, saya lihat beberapa kali polisi sudah menertibkan kegiatan menggunakan sound system yang melampaui jam-jam yang diperkenankan," tuturnya.
Meski demikian, Emil menegaskan, aturan ini bukan ditujukan untuk menutup total kegiatan hiburan masyarakat, melainkan untuk menata agar sound horeg tetap berjalan secara tertib dan sesuai dengan aturan.
"Artinya masyarakat butuh hiburan tetapi semua harus sesuai dengan aturan, sesuai dengan kewajaran. Jadi, penertiban seperti ini kami berterima kasih kepada polisi. Bukan menutup total tetapi mengatur," tegasnya.
Regulasi ini, menurut Emil, tidak hanya akan memuat aturan teknis, tetapi juga strategi penertiban agar tak menjadi sekadar dokumen formalitas.
"Jangan ini dokumen cuma jadi 'macan kertas'. Jadi, peraturan atau edaran yang hanya diterbitkan tanpa diterapkan. Strategi ini akan muncul bukan hanya aturannya tapi strategi penertibannya. Bahwa setiap kegiatan harus ada izin terlebih dahulu kepada polisi dan bagaimana kita bisa memastikan bahwa batasan-batasan volume itu dipatuhi," papar dia.
Terkait bentuk aturan yang sedang disusun, Emil belum menjelaskan secara rinci apakah akan dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub), atau bentuk lainnya.
"Saya pikir lebih baik ini diumumkan pada saat keputusan itu diambil dalam beberapa waktu ke depan," ujarnya.
Namun Emil memastikan, meski regulasi baru belum rampung, landasan hukum untuk penertiban kegiatan sound horeg sejatinya sudah tersedia.
"Ada peraturan menteri LH mengenai batasan desibel, ada peraturan lalu lintas mengenai dimensi kendaraan. Saya pikir aturan-aturan ini sudah menjadi landasan untuk menerapkan sanksi," ujar dia yang juga politikus Demokrat itu.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menargetkan regulasi pengaturan kegiatan sound horeg rampung sebelum perayaan HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2025. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bahkan telah membentuk tim khusus untuk menyusun aturan tersebut, menyusul maraknya praktik sound horeg di sejumlah wilayah.
Khofifah menyampaikan regulasi tersebut penting dan mendesak. Sebab selain menimbulkan keresahan sosial, sound horeg juga dinilai berdampak pada aspek kesehatan, hukum, budaya, hingga lingkungan.
"Ini mendesak karena bertepatan dengan bulan Agustus adalah bulan HUT Kemerdekaan RI, maka diharapkan 1 Agustus ini sudah harus final," kata Khofifah usai memimpin rapat koordinasi penyusunan regulasi di Gedung Negara Grahadi, Jumat (25/7).