Kepolisian menangkap 11 warga negara asing (WNA) asal China yang menjadikan rumah di Jalan Pertanian Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, sebagai tempat penyamaran seolah-olah polisi Distrik Wuhan lewat media daring.
"Ditangkapnya 11 orang warga negara asing yang diduga atau dicurigai telah melakukan tindak pidana penipuan melalui media elektronik atau 'online scam'," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly di Cilandak, Rabu (30/7) kemarin.
Dalam penangkapan tersebut, pihaknya bekerjasama dengan Imigrasi Kelas I Khusus Non Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas perbuatannya, para pelaku disangkakan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan dan/atau Pasal 78 tentang melebihi izin tinggal (overstay).
Pasal 113 tentang masuk wilayah Indonesia tanpa visa, Pasal 116 karena tidak dapat menunjukkan dokumen keimigrasian, serta Pasal 122 terkait penyalahgunaan izin tinggal, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
![]() Polisi menggerebek 11 WNA China pelaku online scam yang bermarkas di rumah mewah di Lebak Bulus, Jaksel, Rabu (30/7/3035). |
Peristiwa ini terungkap berawal dari adanya kecurigaan masyarakat. Kecurigaan itu muncul karena yang tinggal di rumah tersebut tak membayar iuran keamanan dan kebersihan.
"Ya memang kita tuh agak curiga dengan rumah ini karena sudah lama tidak membayar iuran. Jadi kami selalu mendatangi rumah ini dalam keadaan kosong," kata Ketua RT 10/RW 04, Sapto kepada wartawan di Lebak Bulus, Cilandak, Rabu.
Sapto mengatakan, awalnya pihak berusaha menghubungi pemilik rumah, namun tak membuahkan hasil. Begitu pula kepada para penyewa yang juga tidak kooperatif. Para WNA itu diketahui sudah berada di kawasan Jakarta Selatan (Jaksel) itu selama empat bulan lamanya.
Walaupun demikian, mereka tak lapor ke RT, dan rumahnya pun tertutup.
"WNA ini tinggal tak lapor RT dan dari luar kita melihat itu tidak ada kegiatan apa-apa karena ditutup semua kan," kata Sapto.
Dari kecurigaan warga itulah akhirnya dilaporkan kepada Polres Metro Jakarta Selatan pada Kamis (24/7) lalu.
Atas laporan tersebut, kepolisian langsung mendatangi tempat kejadian perkara (TKP). Dari penggerebekan rumah itu, ditemukan 11 WNA berkebangsaan China yang diduga melakukan penipuan dengan mengaku sebagai anggota polisi secara daring.
"11 orang warga negara asing telah menginap di TKP ini kurang lebih empat sampai lima bulan tepatnya sejak Maret 2025," kata Nicolas Ary.
Sebelas WN China yang diamankan tersebut adalah LYF (45), SK (24), HW (33), CZ (47), YH (32), HY (48), LZ (33), CW (40), ZL (41), JW (36), dan SL (37).
Dari pemeriksaan polisi di rumah itu ada juga dua orang yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Namun, dua orang pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah tersebut tidak diperbolehkan ke lantai atas lantaran menjadi tempat para WNA beraksi.
"Jadi pembantu rumah tangga cukup di bawah saja dan tidak boleh masuk ke dalam untuk melakukan atau melihat ataupun mendengar aktivitas mereka," katanya.
Adapun barang bukti yang telah diamankan, yakni satu setel pakaian Kepolisian RRC, dokumen berbahasa Mandarin, 27 telepon seluler (ponsel), 10 iPad berbagai tipe dan satu laptop.
![]() |
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Jakarta Selatan mengungkap 11 warga negara asing (WNA) asal China yang menyamar seolah-olah jadi polisi Wuhan itu menyalahgunakan izin tinggal keimigrasian.
"Setelah ada pengungkapan seperti ini, baru kita bisa ketahui yang bersangkutan melakukan penyalahgunaan izin tinggal yang diberikan," kata Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Selatan, Bugie Kurniawan di Cilandak kemarin.
Bugie mengatakan, diduga mereka mendatangi Indonesia melalui penerbangan internasional dan melakukan kegiatannya di Jakarta Selatan secara sembunyi-sembunyi.
Dalam modusnya, para pelaku mengenakan seragam polisi Wuhan dan memasang latar biru Kepolisian daerah itu. Kemudian melakukan panggilan video (video call) kepada korban.
Untuk itu, Imigrasi Jakarta Selatan bekerjasama dengan Kedutaan Besar China memastikan dokumen asli mereka dalam pemeriksaan awal.
"Sementara ini masih kita bekerjasama dengan pihak kedutaan untuk mendatangkan dokumen perjalanannya," katanya.
Dalam konferensi pers pada Rabu lalu, Nicolas Ary mengatakan pihak Kepolisian kesulitan membongkar kasus WN China yang menyamar seolah-olah polisi Wuhan karena para pelaku kompak tutup mulut.
Nicolas mengatakan, Kepolisian kesulitan dalam melakukan penyelidikan lantaran mereka bungkam terkait jaringan penipuannya yang ketat.
Terlebih, mereka yang diduga melakukan penipuan internasional ini mengaku tidak bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia sehingga hanya bisa Mandarin.
Kemudian, diketahui tidak ada satupun dokumen keimigrasian yang mereka miliki sehingga sempat menghambat penangkapan.
"Kita kesulitannya karena mereka tidak kooperatif, mereka gerakan tutup mulut," kata dia.
"Jadi tipe modus mereka seperti itu kalau tertangkap pasti gerakan tutup mulut," imbuh Nicolas Ary.
Atas dasar itu, pihaknya menggandeng Imigrasi Jakarta Selatan untuk melakukan pelacakan identitas pelaku maupun korban yang dikhawatirkan adanya warga negara Indonesia (WNI) terlibat.
Pihak Kepolisian mengingatkan jika ada WNI yang merasa menjadi korban, maka segera melapor untuk memberikan hukuman bagi pelaku sesuai aturan di Indonesia.
"Sampai saat ini kalau ada korban di Indonesia tolong disampaikan kepada kami, supaya kami bisa melakukan tindakan selanjutnya terhadap ke-11 orang yang diamankan ini," katanya.
Kini kepolisian masih berupaya meminta keterangan mengenai jumlah korban dan mengapa mereka memilih Indonesia sebagai tempat melancarkan aksi penipuan daring melalui video panggilan (video call).