Marsma Fajar Adriyanto, Pilot Jet Tempur Red Wolf TNI AU

CNN Indonesia
Senin, 04 Agu 2025 10:36 WIB
Marsekal Pertama (Marsma) Fajar Adriyanto meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat latih sipil Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 milik Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) di kawasan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (3/8). (ANTARA FOTO/Fadli)
Jakarta, CNN Indonesia --

Marsekal Pertama (Marsma) Fajar Adriyanto meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat latih sipil Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 milik Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) di kawasan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (3/8).

Pesawat awalnya lepas landas dari Lanud Atang Sendjaja pukul 09.08 WIB untuk misi latihan profisiensi penerbangan olahraga dirgantara sebagai bagian dari pembinaan dan pemeliharaan kemampuan.

Latihan tersebut dilaksanakan dengan Marsma Fajar sebagai pilot dan seorang bernama Roni sebagai co-pilot.

Sekitar pukul 09.19 WIB, pesawat mengalami hilang kontak dan ditemukan jatuh di sekitar TPU Astana.

Kedua awak langsung dievakuasi ke RSAU dr. M. Hassan Toto setelah kejadian. Namun Marsma TNI Fajar dinyatakan meninggal setibanya di rumah sakit.

Jenazah Fajar rencananya akan dimakamkan di Probolinggo, Jawa Timur pada hari ini, Senin (5/8).

Fajar merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1992. Ia adalah penerbang tempur F-16 dengan call sign "Red Wolf".

Dalam kariernya, ia pernah mengemban berbagai jabatan strategis, antara lain Komandan Skadron Udara 3 Lanud Iswahyudi, lalu Danlanud Manuhua.

Pada 2019, ia ditunjuk menjadi Kadispenau. Jabatannya kemudian berturut-turut adalah Kapuspotdirga, Aspotdirga Kaskoopsudnas. Jabatan terakhir Fajar adalah Kapoksahli Kodiklatau.

Fajar pilot F-16

Fajar dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah TNI AU, termasuk keterlibatannya dalam peristiwa udara dengan pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat di langit Bawean pada 2003.

Melansir berbagai sumber, saat itu, radar Komando Pertahanan Udara Nasional dan Pusat Operasi Pertahanan Nasional menangkap ada lima titik mencurigakan yang terbang dalam formasi rapat dan tidak teridentifikasi.

Satu flight pesawat tempur TNI AU dikirimkan untuk melakukan identifikasi, namun tidak ditemukan objeknya.

Dua jam kemudian, ada laporan dari para penerbang pesawat Bouraq Indonesia Airlines, bahwa manuver-manuver berkecepatan tinggi sudah membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan sipil.

Pesawat-pesawat itu juga tidak melakukan komunikasi dengan menara pengatur lalu-lintas penerbangan nasional.

Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional saat itu Marsekal Muda Teddy Sumarno, mengirimkan dua F-16 B untuk melakukan misi mencegat, mengidentifikasi dan mengusir mereka dari wilayah udara nasional.

Fajar yang saat itu masih berpangkat kapten, ikut menjadi awak F-16.

Ketika Falcon Flight tiba di lokasi, mereka langsung disambut oleh dua pesawat F/A-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika Serikat sehingga mereka terlibat dalam perang radar.

Dalam peristiwa itu, salah satu penerbang tempur TNI AU sudah dalam posisi terkunci secara radar oleh penerbang tempur AS.

Sementara pesawat lainnya sedang saling berkejaran dalam posisi dog fight cukup ketat.

Pesawat TNI AU kemudian berinisiatif melakukan gerakan menggoyang sayap (rocking wing) yang menyatakan mereka tidak dalam posisi mengancam pesawat AL AS.

Ketika komunikasi berhasil dibuka, diketahui kedua pesawat AL AS dan kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat, USS Carl Vinson (CVN-70), merasa berlayar di wilayah perairan internasional dan meminta agar kedua pesawat TNI AU untuk menjauh.

Namun disampaikan oleh pesawat TNI AU bahwa mereka, pesawat-pesawat AL AS berada dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia sesuai dengan Deklarasi Djuanda.

Falcon Flight kemudian meminta mereka untuk segera mengontak ke ATC setempat, Bali Control.

(fra/yoa/fra)


Saksikan Video di Bawah Ini:

VIDEO: Kesaksian Warga Sebelum Pesawat Jatuh

KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK