Mantan Kepala Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Andi Ibrahim dituntut tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 8 tahun dalam kasus pabrik uang palsu.
Dalam persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, jaksa menganggap terdakwa bersalah melanggar pasal 36 ayat (1), ayat (2) dan pasal 37 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHP.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, Andi Ibrahim berupa pidana penjara selama 8 tahun dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani," kata Aria Perkasa Utama, Rabu (6/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut terdakwa, Andi Ibrahim dengan sanksi berupa denda sebesar Rp100 juta.
"Denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun," terangnya.
Pertimbangan jaksa menuntut 8 tahun penjara kepada mantan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, perbuatannya dianggap telah membuat keresahan di masyarakat terkait peredaran uang palsu yang dicetak di kampus UIN Makassar.
"Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan permasalahan perekonomian negara," ungkapnya.
Sementara hal yang meringankan terdakwa, kata Aria, sopan selama menjalani persidangan di PN Gowa.
"Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya," ucapnya.
Akibat terlibat dalam kasus pembuatan uang palsu di kampus UIN Alauddin Makassar, Kabupaten Gowa, Andi Ibrahim pun dipecat dari jabatannya. Adapun total terdakwa dalam sidang kasus ini 15 orang.
Pabrik uang palsu di dalam kampus UIN Alauddin Makassar disebut telah berlangsung sejak 2010 lalu, tapi sempat terhenti pada tahun 2014. Kemudian, 2022 hingga 2024 proses pencetakan uang palsu tersebut kembali berjalan.
"Oktober 2022 sudah membeli alat cetak dan pemesanan kertas kemudian 2024 kemarin bulan Mei sudah mulai produksi. Untuk uang kertasnya itu juga impor beli dari Cina, bahan baku juga tinta dan lain sebagainya beli dari Cina," kata Kapolda Sulsel. Irjen Pol Yudhiawan Wibisono di Polres Gowa.
Setelah itu, kata Yudhiawan pada bulan Juni para pelaku kemudian melakukan kerja sama, termasuk kepala perpustakaan UIN Makassar, Andi Ibrahim untuk melakukan proses produksi uang palsu dan menawarkan masyarakat.
"Sekitar Juni sudah ketemu di antara mereka, kemudian ada saling kerja sama di antara mereka untuk proses pembuatan dan diviralkan melalui grup WhatsApp. Jadi ditawarkan di group," ungkapnya.
Kapolda Sulsel menyebutkan bahwa proses pencetakan uang palsu tersebut dilakukan di dua lokasi berbeda, yakni di salah satu rumah pelaku di Makassar dan di kampus UIN Makassar, Kabupaten Gowa.
"Sekitar bulan September 2024 berkomunikasi dengan AI untuk mengangkut peralatan, untuk membuat uang palsu di TKP berikutnya (TKP 2)," jelasnya.
Namun, kata Yudhiawan operasi pembuatan pabrik palsu ini sempat berhenti setelah para pelaku mengetahui polisi sementara menyelidiki kasus peredaran uang palsu tersebut.
"Kemudian Minggu 22 November 2024 ini sudah mulai penyerahan uang palsu senilai 150 juta, juga ada menyerahkan uang palsu 250 juta dan terakhir menyerahkan uang palsu 200 juta dan menghentikan aktivitas, karena mereka sempat tahu polisi melakukan penyelidikan akhir November 2024," katanya.
(mir/wis)