Menkum Supratman Dorong LMKN Transparan soal Royalti Musik
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mendorong agar Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) transparan dalam pengumpulan royalti musik.
Supratman mengatakan untuk transparansi royalti musik itu, pihaknya akan merilis peraturan menteri hukum (permenkum) yang baru.
"Saya setuju, bahwa koreksi terhadap transparansi terhadap dengan pungutan termasuk besaran tarifnya nanti akan kita bicarakan. Dan, kita akan keluarkan permenkum yang baru yang mengatur itu tetapi yang lebih penting lagi bahwa royalti ini memberi afirmasi kepada pelaku UMKM," ujar Supratman, di Gedung Kakanwil Kemenkumham Bali, Jumat (8/8).
Ia juga menegaskan, yang paling penting, royalti itu bukan pajak dan negara tidak mendapatkan apa-apa secara langsung.
"Semua pungutan royalti itu disalurkan kepada yang berhak dan yang menyalurkan, bukan pemerintah, tetapi oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) ataupun Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang memungut yang namanya royalti. Salah satunya adalah Selmi (Sentra Lisensi Musik Indonesia)," ujarnya.
"Nah, karena itu kita akan minta pertanggungjawaban menyangkut soal itu untuk melihat transparansi ini, akan kita umumkan ke publik," jelasnya.
Supratman juga membandingkan perolehan royalti musik Negara Malaysia dan Indonesia yang cukup jauh. Untuk Malaysia per tahun memperoleh royalti musik sebesar Rp 600 hingga Rp 700 miliar dan sementara Negara Indonesia per tahun baru mencapai Rp 270 miliar.
"Bayangkan yah, Malaysia negara yang kecil penduduknya tidak seberapa, total royalti yang mereka bisa kumpulkan hari ini itu kurang lebih Rp 600 sampai Rp 700 miliar, per tahun," ujarnya.
"Kita Indonesia dari laporan mulai dari platform internasional, sampai kepada yang retail-retail. Kalau menurut laporan yang saya terima kita baru ngumpulin Rp 270 miliar, LMKN maupun LMK baru totalnya mendekati angka seperti itu, padahal penduduk kita Rp 280 juta. Jadi sangat kecil," jelasnya.
Bahkan, Supratman menyatakan bahwa pernah ada laporan seorang pencipta lagu hanya mendapatkan royalti per tahun hanya sebesar Rp 60 ribu.
"Makanya ada seorang pencipta yang laporan, ada yang cuma dapat Rp60 ribu setahun. Nah itu yang kita akan lihat nanti supaya ini lebih adil lagi," ujarnya.
"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kebesarannya. Mudah-mudahan ini menjadi contoh bagi semua pelaku usaha di Indonesia untuk menghargai hak-hak kekayaan intelektual," ujarnya.
Sebelumnya, manajemen Kolektif Sentra Lisensi Musik Indonesia (LMK Selmi) telah mencapai kesepakatan damai soal pembayaran royalti dengan Mie Gacoan yang dikelola oleh PT Mitra Bali Sukses (MBS).
Kesepakatan damai itu langsung dilakukan di hadapan Supratman, di Kantor Kemenkumham Bali, pada Jumat (8/8) sore.
Dalam perjanjian itu, dilakukan pendatangan kesepakatan oleh I Gusti Ayu Sasih Ira Pramita selaku Direktur PT Mitra Bali Sukses dan Kuasa hukum Selmi yaitu Ramsudin Manulang.
"Dan ini sudah ada bukti pelunasan hasil perdamaian. Nanti berapa nilainya biar Ibu (I Gusi Ayu Sasih Ira Pramita) yang sebutkan, tapi ini bukan soal jumlah. Kalau jumlahnya itu bukan yang terlalu penting untuk saat ini," ujar Supratman.
(kdf/sfr)