Wamen HAM: Sound Horeg Kebebasan Berekspresi yang Boleh Diatur
Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Mugiyanto mengatakan penggunaan sound horeg di Jawa Timur bagian dari kebebasan berekspresi.
Mugiyanto mengingatkan kebebasan berekspresi adalah hak asasi yang harus dihormati dan dilindungi. Namun, menurutnya, ekspresi yang mengganggu orang lain boleh diatur dan dibatasi.
Lihat Juga : |
"Kebebasan berekspresi ya, kebebasan berkumpul, berorganisasi itu adalah hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi oleh pemerintah. Jadi, semua ekspresi boleh. Ya, tetapi ekspresi yang melanggar hukum pidana, yang mengganggu orang lain itu yang dibatasi," kata Mugiyanto di sela Workshop Analisa dan Penelaahan Produk Hukum Daerah (PHD) dari Perspektif HAM di Surabaya, Selasa (12/8).
Ia menilai penggunaan sound horeg pada dasarnya diperbolehkan, asalkan tidak berlebihan dan tak mengganggu ketertiban dan kenyamanan orang lain.
"Saya pikir secara umum kayaknya terkait sound system, oke boleh, tetapi ketika itu terlalu dan kemudian mengganggu masyarakat itu yang kemudian harus diatur, diatur dibatasi," ujarnya.
Mugiyanto mengatakan pertunjukan sound horeg jangan sampai mengganggu orang lain.
"Selama tidak mengganggu ya, tidak mengganggu pihak lain, kelompok masyarakat yang lain, saya pikir itu boleh. Freedom of expression untuk itu. Tetapi freedom of expression itu ya itu ada batasnya. Tidak berarti kemudian semuanya serba boleh," katanya.
Lihat Juga : |
Mugiyanto bahkan menyebut pembatasan kebebasan berekspresi dibolehkan dan dibenarkan dalam instrumen hukum internasional.
"Soal freedom of expression yang harus ada batasnya. Dan memang hak asasi manusia, hak sipil politik termasuk kebebasan berserikat, berekspresi itu memang ada batasan dan itu dibolehkan. Oke. Di dalam ICCPR. Di instrument internasional diperbolehkan, dibatasi," ujarnya.
Sebelumnya Pemprov Jatim, Polda Jatim dan Kodam V/Brawijaya telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bersama tentang Penggunaan Sound System/Pengeras Suara di Wilayah Jawa Timur.
SE Bersama Nomor 300.1/ 6902/209.5/2025, Nomor SE/ 1/VIII/ 2025 dan Nomor SE/10/VIII/ 2025 itu telah ditandatangani Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nanang Avianto dan Pangdam V Brawijaya Mayjend TNI Rudy Saladin.
Ada sejumlah batasan yang diatur dalam SE itu, yakni batasan volume atau kebisingan; batasan ukuran kendaraan; batasan waktu, tempat dan rute; kemudian ketentuan perizinan dan sanksi.
(fra/frd/fra)