Kasus hukum yang menjerat Ketua Umum Solmet Silfester Matutina terus bergulir. Hal itu dikarenakan Kejaksaan tidak kunjung mengeksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) yang dibacakan pada enam tahun lalu.
Di tingkat kasasi, MA menyatakan Silfester bersalah atas kasus fitnah terhadap eks Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara. Silfester yang kini menyandang status Komisaris ID FOOD masih menghirup udara bebas.
Baru-baru ini, Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis membuat laporan kepada Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, dan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Tim Advokasi meminta Jaksa Agung agar segera memerintahkan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan untuk segera melakukan pembinaan terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan karena tak kunjung melakukan eksekusi terhadap Silfester padahal putusan pengadilan sudah inkrah sejak 2019 lalu.
Tak hanya itu, mereka juga mendesak agar Jaksa Agung memerintahkan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan untuk mengawasi kinerja Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan terkait proses eksekusi.
"Kami meminta agar Jaksa Agung memerintahkan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Inspektoratnya lah untuk melakukan kinerja dan audit keuangan terhadap kinerja dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata anggota Tim Advokasi Ahmad Khozinudin di Kantor Kejaksaan Agung, Jum'at (15/8).
"Karena diyakini ada masalah dari sisi kinerja, karena tidak mungkin ada putusan yang sudah inkrah dan kami juga sudah cek bahwa putusan itu administrasinya sudah dikirim MA dan tidak ada alasan tidak dieksekusi," sambungnya.
Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang kini menjadi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, sempat mengungkap alasan Silfester tak kunjung ditahan.
Anang mengklaim ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah mengeluarkan surat perintah untuk eksekusi. Akan tetapi, mengalami kendala karena yang bersangkutan sempat hilang.
"Kita sudah lakukan (perintah eksekusi) sesudah inkrah. Saat itu tidak sempat dieksekusi karena sempat hilang," ujar Anang di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Kamis (14/8).
Setelah tidak ditemukan, terang Anang, Indonesia menghadapi situasi pandemi Covid-19 yang membatasi aktivitas dan kegiatan termasuk eksekusi narapidana.
Dia membantah apabila pada saat itu alasan Silfester tidak ditahan karena ada tekanan faktor politik. Anang menegaskan ketika itu semata-mata terhalang karena faktor pandemi Covid-19.
"Kemudian keburu Covid-19, jangankan memasukkan orang, yang di dalam saja harus dikeluarkan," ucap Anang.
Silfester diproses hukum atas kasus pencemaran nama baik dan fitnah setelah Solihin Kalla yang merupakan anak Jusuf Kalla melaporkannya pada 2017 terkait ucapannya dalam orasi.
Dalam orasinya itu, Silfester menuding eks Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta.
Silfester kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018. Putusan itu lantas dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Namun, hingga saat ini putusan majelis hakim kasasi belum juga dieksekusi. Terbaru, Silfester justru mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
(ryn/isn)