Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima suap Rp40 miliar dalam perkara vonis bebas terdakwa korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.
Perbuatan Arif itu dilakukan bersama-sama dengan sejumlah terdakwa lain.
Demikian termuat dalam surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (20/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa terdakwa Muhammad Arif Nuryanta telah melakukan atau turut serta melakukan, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai dalam bentuk mata uang dolar Amerika sejumlah US$2.500.000 atau senilai Rp40.000.000.000," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Syamsul Bahri Siregar.
Penerimaan uang diduga suap itu dilakukan Arif bersama-sama dengan hakim Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom (dituntut dalam berkas terpisah).
Ketiga nama dimaksud merupakan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memeriksa dan memutus perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit bulan Januari 2022 sampai dengan April 2022 atas nama terdakwa korporasi Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Jasa merinci penerimaan pertama berbentuk uang tunai pecahan US$100 sejumlah US$500.000 atau setara Rp8.000.000.000.
Arif disebut menerima dalam pecahan US$ setara Rp3.300.000.000, mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan juga menerima dalam pecahan US$ senilai Rp800.000.000, Djuyamto dalam pecahan US$ dan Sin$ senilai Rp1.700.000.000, Agam Syarief menerima dalam pecahan US$ dan Sin$ senilai Rp1.100.000.000, dan Ali Muhtarom dalam pecahan US$ senilai Rp1.100.000.000.
Sedangkan penerimaan kedua dalam bentuk US$100 sebesar US$2.000.000 atau setara Rp32.000.000.000. Rinciannya Arif menerima dalam pecahan US$ senilai Rp12.400.000.000, Wahyu Gunawan sebesar US$100.000 atau senilai Rp1.600.000.000, Djuyamto dalam pecahan US$ senilai Rp7.800.000.000, Agam Syarief dalam pecahan US$ senilai Rp5.100.000.000, dan Ali Muhtarom dalam pecahan US$ senilai Rp5.100.000.000.
Jaksa menuturkan uang-uang tersebut diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih dan M. Syafe'i selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.
Uang itu memengaruhi putusan terhadap tiga terdakwa korporasi dimaksud. Djuyamto dkk menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Adapun tindak pidana suap itu dilakukan di Kantor PN Jakarta Pusat, rumah di Cluster Ebony Jalan Ebony VI Blok AE No. 28 Sukapura Kecamatan Cilincing Jakarta Utara; Apartemen Pakubuwono Jalan Sultan Iskandar Muda, Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan; Restoran Layar Seafood Jalan Sedayu Boulevard Raya No. 1 Kelapa Gading Jakarta Timur; parkiran basement Pasific Place Jalan Jenderal Sudirman kav 52-53 Senayan Jakarta Selatan.
Kemudian di Bank BRI di Jalan Veteran Jakarta Pusat; Apartemen Mediterania Kemayoran Jakarta Pusat; Warung Soto Seger Mbok Giyem di Jalan Bangka Raya No. 101 Jakarta Selatan; dan Restoran Daun Muda Jl. Wolter Monginsidi Jakarta Selatan.
Perbuatan Arif tersebut sebagaimana diatur dan diancam Pasal 12 huruf c subsidair Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau Pasal 12 huruf a subsidair Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau Pasal 5 ayat 2 subsidair Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam surat dakwaannya, jaksa juga mencantumkan dakwaan gratifikasi dianggap suap (dakwaan keempat). Jumlah penerimaan gratifikasi dianggap suap itu serupa seperti di atas yakni Rp3.300.000.000 dan Rp12.400.000.000.
"Bahwa terdakwa Muhammad Arif Nuryanta menerima gratifikasi dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," ungkap jaksa.
Dalam hal ini jaksa mengenakan Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor.
(ryn/wis)