Kepala Suku Minta Dialog Adat untuk Bereskan Konflik di Sorong
Massa dan polisi bentrok di Sorong, Papua Barat Daya, terkait pengiriman tahanan politik (tapol) Papua untuk disidangkan ke Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (27/8).
Kericuhan itu berawal dari massa simpatisan 4 anggota Negara Republik Federasi Papua Barat (NRFPB) yang menjadi terdakwa kasus makar turun ke jalan di Kota Sorong, Papua Barat Daya, menolak rencana pemindahan 4 terdakwa makar ke Makassar.
Aksi turun ke jalan ini berujung kericuhan di sejumlah titik Kota Sorong. Mengutip dari detikcom, sekitar pukul 06.33 WIT, suasana mencekam terjadi di depan Polresta Sorong, saat aparat hendak membawa empat terdakwa kasus makar inisial AGG, PR, MS, dan NM ke Makassar.
Merespons kericuhan yang terjadi, Kepala Suku Kepulauan Yapen Barat Utara di Sorong Raya, Yakonias Kendi, meminta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Sorong bersama tokoh adat untuk duduk bersama dan mencari solusi konkret atas konflik yang terjadi di wilayah itu.
"Situasi panas yang kini melanda Kota Sorong merupakan rangkaian dari peristiwa sebelumnya dan harus disikapi secara bijak melalui dialog terbuka," jelas Yakonias di Sorong, Rabu seperti dikutip dari Antara.
Ia mendesak keterlibatan aktif dari aparat keamanan, kejaksaan, pengadilan negeri Sorong, dan Pemerintah Kota Sorong, serta seluruh kepala suku dalam penyelesaian konflik.
"Cara terbaik adalah duduk bersama kepala suku untuk menyelesaikan masalah ini secara bermartabat," katanya.
Yakonias juga menilai kondisi yang terjadi seperti dibiarkan sehingga berdampak pada lumpuhnya seluruh aktivitas masyarakat di Kota Sorong.
Menurutnya pemicu utama kericuhan ini adalah pemindahan empat orang tahanan politik berinisial AAG, NM, MS, dan PR, untuk disidang di Makassar. Oleh karena itu, dia memintanya dipertimbangkan lagi.
"Intinya mereka (tahanan politik) tidak mau keluar dari Kota Sorong. Hal ini seharusnya bisa dipertimbangkan secara baik agar tidak memicu demo besar yang akhirnya menimbulkan korban," ujarnya.
Ia berharap pemerintah provinsi dan kota, aparat keamanan, hingga Badan Intelijen Negara (BIN) mempertimbangkan masukan tersebut sebagai langkah penting dalam menyelesaikan konflik.
"Terutama gubernur, wali kota, jaksa, pengadilan, dan BIN. Mereka harus berperan aktif," katanya.
Situasi terkendali
Kapolda Papua Barat Daya Brigjen Pol Gatot Haribowo mengatakan suasana Kota Sorong memanas sejak Rabu dini hari saat ini sudah terkendali.
"Situasi saat ini sudah terkendali. Kami berusaha mengamankan proses pemindahan empat tahanan tersebut," ujarnya.
Dia bilang ratusan personel keamanan diturunkan ke titik-titik strategis untuk mengantisipasi aksi lanjutan dari massa pendukung tahanan.
Gatot mengatakan setidaknya ada 10 orang yang ditangkap, karena diduga telah melakukan perusakan fasilitas umum dan blokade jalan pada aksi anarkis di Kota Sorong. Sepuluh orang itu kemudian diperiksa polisi.
"Karena kita masih dalami kasus ini sehingga masih dimungkinkan pelaku bisa bertambah," katanya.
"Pelaku yang ditangkap itu berkaitan dengan perusakan dan provokator," sambung Gatot.
Kapolda mengatakan aksi blokade jalan dan perusakan fasilitas umum di Kota Sorong dilakukan massa yang tinggal di kampung-kampung dan terpengaruh hasutan provokasi untuk turun ke jalan.
"Sehingga dalam kondisi seperti ini, selain disinyalir dampak provokasi, juga ada yang dalam kondisi mabuk dan lain sebagainya. Mereka turun dalam melakukan aksi di jalan dengan memblokade dan membakar ban di jalan utama, serta melakukan perusakan," katanya.
Gatot mengatakan saat ini pasukan gabungan TNI dan Polri turun dan membersihkan sisa material untuk memblokade. Personel keamanan juga terus bersiaga mengantisipasi gerakan susulan.
"Kurang lebih ada enam titik terjadinya aksi blokade dan bakar ban di jalan, seperti di depan Ramayana, Jalan Baru tepatnya di kejaksaan dan pengadilan, serta kompleks kantor pemerintahan provinsi dan kota Sorong," ujarnya.
Massa dilaporkan melakukan aksi penolakan dan mencoba menghadang mobil tahanan di depan Markas Polresta Sorong Kota sekitar pukul 05.15 WIT. Mereka membakar kayu dan ban bekas serta menyampaikan orasi menuntut pembatalan pemindahan. Aparat keamanan kemudian membubarkan massa yang memblokade jalan.
Sekitar pukul 06.30 WIT, mobil tahanan berhasil keluar dari Markas Polresta Sorong Kota dengan pengawalan ketat kendaraan taktis Brimob menuju Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Sorong.
Setibanya di bandara, empat tahanan langsung dikawal menuju area keberangkatan untuk diterbangkan ke Makassar.
Kerusuhan yang terjadi juga mengakibatkan kerusakan fasilitas milik pemerintah, seperti Gedung Kantor Gubernur Papua Barat Daya, Kantor Wali Kota Sorong, dan kediaman gubernur.