Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta agar Polda Sumut membebaskan 39 orang yang ditangkap saat demonstrasi menolak tunjangan mewah anggota DPR RI di Gedung DPRD Sumut, di Medan Selasa (26/8).
"Kami mendesak 39 orang massa aksi yang ditangkap Polda Sumut secara sewenang-wenang agar dibebaskan," kata Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, Rabu (27/8).
Menurut Irvan, aparat kepolisian melakukan penyiksaan massa saat aksi unjuk rasa tersebut. Tindakan penyiksaan dengan cara pemukulan dan bahkan melakukan penginjakan wajah massa aksi merupakan perbuatan brutal dan tidak manusiawi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyampaikan pendapat di muka umum melalui berdemonstrasi adalah hak setiap warga negara yang dijamin sepenuhnya oleh undang-undang," sebutnya.
Secara hukum LBH Medan menilai, tindakan brutal Polda Sumut telah mencederai prinsip demokrasi dan melanggar Hak Asasi Manusia, serta bertentangan dengan kewajiban institusional Polri sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang tugas utama untuk memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
"Dengan demikian, pola penanganan yang brutal justru menunjukkan pengingkaran terhadap mandat undang-undang sekaligus melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian," urainya.
Tidak hanya melakukan penyiksaan, Polda Sumut juga melakukan penghalang-halangan pendampingan terhadap massa aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang.
"Pasca terjadinya ricuh Polda Sumut menangkap lebih kurang 39 orang massa aksi dan dibawa ke Polda Sumut tepatnya Direktorat Kriminal Umum. Mengetahui hal tersebut LBH Medan bersama Kontras berupaya melakukan pendampingan sebagaimana amanat KUHAP," sebutnya.
Namun parahnya Polda Sumut menghalang-halangi hak penasehat hukum dengan berdalih melakukan pendataan. Tidak ujuk-ujuk menerima pernyataan Polda Sumut, LBH Medan dan Kontras Sumut terus menyampaikan argumentasi hukumnya untuk dapat diberikan akses pendamping.
"Akan tetapi upaya tersebut tidak dihiraukan Polda. Oleh karena itu dapat disimpulkan jika adanya abuse of power yang dilakukan polda Sumut dalam proses pemerikasaan para massa aksi dan bertentangan dengan KUHAP," sebutnya.
Bahkan secara hukum penanganan massa aksi yang dilakukan kepolisian diduga telah melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 7 Tahun 2012 tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan, dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.
"Di mana secara jelas terjadinya penyiksaan dan tindakan brutal terhadap massa aksi. Serta pengamanan juga dilakukan dengan menggunakan senjata laras panjang yang seyogianya tidak dibenarkan secara hukum," paparnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kasubbid Penmas Polda Sumut, Kompol Siti Rohani belum merespons saat dikonfirmasi terkait desakan dan tudingan LBH.