Peringatan Hari Juang Polri: Napak Tilas Warisan Moehammad Jasin
Peringatan Hari Juang Polri yang kedua pada 21 Agustus 2025 menjadi momen istimewa bagi institusi kepolisian Indonesia. Di Monumen Perjuangan Polri Surabaya, ratusan personil berkumpul untuk mengenang sejarah 80 tahun silam, ketika polisi pertama kali menyatakan kesetiaan kepada Republik Indonesia.
Hari Juang bukan sekadar seremoni, melainkan pengingat bahwa 80 tahun lalu, polisi istimewa di bawah komando Moehammad Jasin menyatakan diri sebagai bagian dari Republik Indonesia. Langkah berani itu menandai transformasi polisi dari alat penjajah menjadi penjaga negeri merdeka.
Guru Besar Sejarah UNESA, Prof. Nasution, menilai momentum ini penting untuk menjaga semangat.
"Jadi ketika tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan dan disebarkan, timbul semangat kemerdekaan yang dikobarkan para penggawal Republik Indonesia. Polisi turut mendukung itu. Ini sangat penting untuk perjuangan," ujarnya.
Ia menilai, keputusan berani tersebut bukanlah pilihan mudah pada masanya. Era kolonial menuntut konsekuensi hidup atau mati bagi siapa pun yang berani melawan kekuasaan penjajah.
Namun, tekad untuk berpihak pada rakyat mendorong polisi istimewa mengambil langkah bersejarah.
"Dengan adanya peringatan, paling tidak membuka semangat dan mengingatkan institusi untuk kembali ke jalur membela masyarakat," imbuh dia.
Penetapan 21 Agustus sebagai Hari Juang Polri sendiri tidak terjadi begitu saja. Komjen Pol (Purn) Arif Wachjunadi berjuang selama 14 tahun untuk mewujudkan pengakuan resmi tanggal bersejarah tersebut.
"Hampir 14 tahun saya menggali ini, dan alhamdulillah Pak Kapolri sudah memutuskan dengan surat keputusannya bahwa 21 Agustus adalah Hari Juang Polri," ucap dia.
Pengakuan resmi ini akhirnya ditetapkan pada Januari 2024, menjadi bagian penting identitas Polri modern.
Refleksi untuk Masa Depan
Peringatan tahun ini semakin bermakna dengan peresmian patung Moehammad Jasin sebagai Bapak Brimob Indonesia.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, menekankan pentingnya momen ini sebagai pengingat dan motivasi bagi generasi penerus.
"Hal ini untuk menjadikan suri teladan dari perjuangan, kepahlawanan, dan sebagai motivasi semangat perjuangan para penerus Polri ke depan," jelasnya.
Generasi muda Polri merespons positif momentum refleksi ini. Komandan Batalyon D Pelopor Satbrimob Polda Jatim, Kompol Masrukin, memaknai peringatan sebagai kesempatan merefleksi nilai-nilai perjuangan pendahulu untuk menjadi lebih profesional.
Mantan Kapolri Tahun 2000-2001, Jenderal Pol (Purn) Bimantoro, menekankan pentingnya Polri mempertahankan identitas dan profesionalisme di tengah tantangan zaman.
"Bagaimana polisi tetap berpegang kepada identitasnya, profesionalismenya, sehingga betul-betul mampu menjadi polisi yang melindungi rakyat," tegasnya.
Bharada Achmad Muzaki dari Satbrimob Polda Jatim menerjemahkan semangat juang dalam konteks modern.
"Kami sebagai alat yang siap digerakkan negara dan sebagai pelindung pengayom masyarakat, tentunya harus melakukan pendekatan-pendekatan yang humanis," ungkapnya.
Hari Juang Polri bukan sekadar peringatan tahunan, melainkan momentum refleksi berkelanjutan. Dari medan perang Surabaya 1945 hingga medan pengabdian masa kini, semangat perjuangan Moehammad Jasin dan para pelopor tetap relevan.
Seperti diungkap Prof. Nasution, peringatan ini membangkitkan semangat institusi untuk sadar dan kembali ke jalur yang benar dalam membela masyarakat. Polri kini menghadapi tantangan berbeda namun dengan semangat yang sama: melayani dan melindungi rakyat Indonesia.
Patung Moehammad Jasin yang berdiri tegak di Surabaya bukan sekadar monumen, melainkan pengingat bahwa perjuangan tidak pernah berakhir. Ia berlanjut dalam setiap tindakan profesional, setiap pelayanan kepada masyarakat, dan setiap upaya mewujudkan keadilan di bumi pertiwi.
(rir)