Wamenkomdigi Buka Suara Soal Larangan Wamen Rangkap Komisaris

CNN Indonesia
Rabu, 03 Sep 2025 02:09 WIB
Wamenkomdigi Nezar Patria menanggapi putusan MK soal larangan Wamen merangkap jabatan komisaris BUMN.
Wamenkomdigi buka suara soal larangan Wamen rangkap jabatan komisaris. (ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wamenkomdigi Nezar Patria angkat suara soal larangan wakil menteri (Wamen) untuk merangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi di perusahaan BUMN berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Usai mengikuti rapat di Komisi I DPR, Nezar irit bicara saat ditanyai soal itu. Namun, dia mengaku akan mengikuti aturan hukum.

"Kita mengikuti aturan hukum lah," kata Nezar di kompleks parlemen, Selasa (2/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nezar termasuk salah satu menteri yang merangkap sebagai komisaris utama Indosat. Namanya diumumkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) untuk tahun buku 2024 yang digelar Rabu (28/5) lalu.

Total ada 32 Wamen yang menjadi komisaris di sejumlah perusahaan plat merah. Beberapa nama lainnya antara lain Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara sebagai Komisaris PT PLN (Persero), Wakil Menteri Pertanian Sudaryono sebagai Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia (Persero).

Kemudian, ada Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha sebagai Komisaris PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia Tbk, hingga Wakil Menteri Komdigi Angga Raka Prabowo sebagai Komisaris Utama PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk.

Sementara, putusan MK soal larangan Wamen menjabat komisaris termuat dalam Putusan Perkara Nomor: 128/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh Advokat Viktor Santoso Tandiasa terkait pengujian materi Pasal 23 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

MK mempertimbangkan diperlukan masa penyesuaian paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan. Putusan ini diwarnai oleh pendapat berbeda atau dissenting opinion dari dua hakim konstitusi yakni Daniel Yusmic P. Foekh dan Arsul Sani.

Dalam konteks perkara a quo, Daniel Yusmic memandang pendirian Mahkamah dalam Putusan Nomor: 80/PUU-XVII/2019 tetap perlu dipertahankan, semestinya tidak perlu dirumuskan dalam amar putusan.

Sementara Arsul Sani pada pokoknya menyatakan Mahkamah seharusnya perlu menerapkan due process perkara Pengujian Undang-undang yang bersifat deliberatif dan partisipatif dengan mendengarkan keterangan dari pembentuk Undang-undang dan para pihak yang terdampak.

(thr/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER