Kerusakan yang terjadi di Cagar Alam Pegunungan Arfak bukan hanya soal kerusakan 'landscape' atau tata ruang.
Sungai Wariori mengalir sepanjang 30 kilometer dari pegunungan di perbatasan Manokwari dan Pegunungan Arfak, bermuara di Pantai Mansaburi, Distrik Masdi, lalu lepas ke Samudra Pasifik. Sungai ini jadi sumber air utama bagi lebih dari 4.000 orang dan mengairi pertanian warga.
Potensi pencemaran bahan kimia dampak penggunaan merkuri juga menjadi hal kritis yang mengancam area pertanian dan sumber air bersih setiap perkampungan di sepanjang sungai megah ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktik galian tambang terbuka dengan metode membongkar tanah di area sekitar sungai dan metode 'goa' yang kedalamannya telah mencapai 30 meter adalah perusakan yang luar biasa.
Jika kerusakan terus dibiarkan, potensi bencana seperti banjir bandang, longsor, dan pencemaran air sangat besar. Inilah bom waktu ekologi.
Hal ini diperburuk dengan fakta bahwa praktik ini sering dimanipulasi sebagai 'Tambang Rakyat'. Padaal, pertambangan ini justru memanfaatkan rakyat untuk keuntungan sepihak.
Menanggapi desakan penindakan, Kapolda Papua Barat, Brigjen Polisi Johnny Edison Isir menyatakan komitmennya untuk melakukan penindakan.
"Sebenarnya kemarin kita sudah kasih tindakan dan sudah ada yang ditangkap beberapa. Ke depan kita komitmen akan tegas memberikan tindakan dan kami tidak mentolerir anggota kami jika terlibat. Kami pastikan tidak ada yang terlibat. Kita akan segera mungkin langkahnya melakukan penertiban, jaringannya ini dari luar ada, sudah kita deteksi," ujarnya
Komitmen pemerintah pusat, daerah, dan aparat penegak hukum akan menjadi bukti jika diikuti dengan aksi dan reaksi.
Tanpa tindakan tegas yang menyasar pemodal dan aktor kekuasaan di balik skenario pengerukan sumber daya alam ini, niscaya kerusakan di jantung Pegunungan Arfak akan semakin meluas dan tak terkendali.
(vws)