Amnesty Desak Panglima TNI Koreksi Dansatsiber Bidik Ferry Irwandi
Amnesty International Indonesia (AII) meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengoreksi tindakan Komandan Satuan Siber (Dansatsiber) Mabes TNI Brigjen JO Sembiring yang mendatangi Polda Metro Jaya untuk melakukan konsultasi mengenai dugaan tindak pidana CEO Malaka Project Ferry Irwandi.
Direktur Eksekutif AII Usman Hamid menilai tindakan Dansatsiber Mabes TNI tersebut sangat tidak patut dan mengancam kebebasan berpendapat.
"Saya meminta panglima dan juga Menteri Pertahanan untuk mengoreksi, saya berharap Komisi I (DPR) juga bisa mengklarifikasi masalah ini agar tidak mengarah pada penyimpangan lebih jauh dari fungsi utama, tugas-tugas fungsional dan fungsi konstitusional dari TNI," ujar Usman kepada CNNIndonesia.com melalui videonya, Selasa (9/9).
Usman menegaskan membela Ferry Irwandi yang telah mengambil peran untuk berpartisipasi sebagai warga negara guna menyatakan pikiran dan pendapatnya di mana hal itu dilindungi oleh konstitusi. Apa yang dilakukan Ferry Irwandi, terang dia, merupakan bentuk cinta yang bersangkutan pada Indonesia.
"Saya meminta pihak Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya tidak meneruskan laporan ini seolah-olah menjadi urusan pidana dan itu akan menimbulkan kesan bahwa TNI mengambil langkah intervensi dalam proses hukum yang bukan wewenangnya dalam hal ini di lingkungan kepolisian," imbuhnya.
Usman menekankan TNI merupakan alat negara untuk melaksanakan kebijakan di bidang pertahanan, bukan mengurusi dugaan tindak pidana seperti yang diarahkan kepada Ferry Irwandi.
Dia lantas menyinggung apa yang terjadi saat ini merupakan kekhawatiran dirinya bersama Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Keamanan mengenai Rancangan Undang-undang TNI (kini telah disahkan menjadi Undang-undang) yang mengatur Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
"OMSP dalam konteks siber harus dibatasi pada ancaman pertahanan siber atau ketahanan siber, bukan ancaman siber secara umum. Kalau begitu akan memperluas peran TNI dan menjadi jauh dari tugas dan fungsi utamanya," tutur Usman.
"Ini yang saya kira harus kita ingatkan. TNI harus kembali ke dalam fungsi-fungsi konstitusionalnya yaitu di dalam urusan pertahanan negara," ujarnya.
Konsultasi yang dilakukan Dansatsiber Mabes TNI dimaksud dilakukan pada Senin, 8 September 2025. Polda Metro Jaya menjelaskan dugaan tindak pidana yang dikonsultasikan adalah mengenai pencemaran nama baik institusi.
"Pencemaran nama baik institusi," kata Wadirsiber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus kepada wartawan, Selasa (9/9).
Ferry Irwandi mengaku tidak mengetahui soal dugaan tindak pidana yang dilakukannya. Hanya saja, dia menegaskan siap apabila harus menjalani proses hukum dan tidak takut dengan langkah yang diambil Dansatsiber tersebut.
"Kalau misalnya tindakan ini dianggap bikin saya takut, khawatir, cemas, tidak. Saya akan Jalani. Saya enggak akan playing victim, merengek-rengek, tidak. Kalau memang mau diproses hukum ya, ini kan negara hukum, kita jalani bersama," kata Ferry Irwandi melalui video yang diunggah di akun Instagramnya @irwandiferry.
Berdasarkan putusan perkara uji materi nomor: 105/PUU-XXII/2024 tanggal 29 April 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal menyerang kehormatan sebagaimana diatur dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE tak berlaku bagi pemerintah hingga korporasi.
Pasal 27A UU ITE berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik."
Sedangkan Pasal 45 ayat (4) UU ITE berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400.000.000,00."
MK menyatakan frasa "orang lain" dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan."
(fra/ryn/fra)