Koalisi Sipil: Rangkap Jabatan Menhan-Menko Polkam Harus Diakhiri

CNN Indonesia
Kamis, 11 Sep 2025 23:03 WIB
Koalisi masyarakat sipil meminta rangkap jabatan Menteri Pertahanan (Menhan) dan Menko Polkam untuk segera diakhiri.
Presiden Prabowo Subianto menunjuk Menhan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menko Polkam ad interim. (CNN Indonesia/ Dwi Ari Prastyanto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi masyarakat sipil meminta rangkap jabatan Menteri Pertahanan (Menhan) dan Menko Polkam untuk segera diakhiri. Koalisi menilai ada potensi penyalahgunaan kewenangan yang besar jika rangkap jabatan itu terus dilakukan.

"Kami menilai rangkap jabatan antara Menhan dan Menko Polkam tidak boleh dilakukan terlalu lama dan harus segera diakhiri," dikutip dari keterangan tertulis koalisi sipil, Kamis (11/9).

Koalisi menyatakan dua kementerian itu memiliki fungsi dan tugas yang berbeda. Kemenko Polkam bersifat koordinatif, sementara Kemhan bersifat operasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut koalisi, membiarkan rangkap jabatan itu terlalu lama akan menimbulkan kerumitan tersendiri dalam tata kelola manajemen politik, keamanan dan pertahanan negara.

"Kami menilai tidak tepat bila pengelolaan dua kementerian itu pada satu orang menteri dalam periode yang terlalu lama. Kondisi ini akan menimbulkan potensi penyalahgunaan kewenangan yang besar, karena adanya akumulasi kewenangan pada satu orang menteri," kata koalisi.

Menurut koalisi, di dalam negara demokrasi, penting untuk dihindari adanya akumulasi kewenangan di satu tangan. Negara demokrasi menuntut pentingnya diferensiasi fungsi dan tugas kementerian demi efektifitas kerja pemerintah.

Koalisi menyatakan diferensiasi fungsional dalam pemerintahan menjadi penting untuk menghindari terjadinya absolut power satu orang atau satu lembaga.

"Jika akumulasi kewenangan itu terjadi maka potensi penyalahgunaan kewenangan akan tinggi," kata koalisi.

Koalisi menyinggung masa orde baru saat penggabungan Menhankam/Pangab yang membuat Menteri Pertahanan Keamanan, sekaligus Panglima ABRI, mengambil kendali penuh atas sektor pertahanan dan keamanan.

Menurut koalisi, otoritas tunggal itu akhirnya berdampak pada terciptanya kebijakan kebijakan keamanan yang eksesif, represif dan cenderung membatasi kebebasan.

"Perangkapan kedua jabatan tersebut dalam satu tangan cenderung akan membuka ruang terjadinya sekuritisasi, yakni negara akan melihat semua isu sosial politik akan menjadi masalah keamanan nasional, yang perlu didekati dengan pendekatan keamanan," kata koalisi.

Sekuritisasi itu, kata koalisi, akan mendelegitimasi pendekatan dialog, tidak mendengarkan aspirasi publik secara penuh (hanya formalitas), dan dalam penyelesaian masalah cenderung lebih mengedepankan pendekatan militer.

"Dalam konteks kekinian, hal itu nyata terjadi dengan maraknya keberadaan militer dalam ruang-ruang dan wilayah sipil, untuk mengatasi situasi sosial politik yang terjadi," kata koalisi.

Koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari IMPARSIAL, CENTRA INITIATIVE, Raksha Initiatives, HRWG, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), DEJURE, PBHI, Setara Institute, LBH Apik dan WALHI.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menunjuk Menhan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menko Polkam ad interim. Sjafrie menggantikan posisi Budi Gunawan.

(yoa/isn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER