Anggota DPR Cecar Calon Hakim Agung Alimin Soal Vonis Mati Ferdy Sambo
Anggota Komisi III DPR Benny Kabur Harman mencecar satu dari 13 calon hakim agung yang tengah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR Alimin Ribut Sujono soal alasannya mendukung dan sempat dua kali menjatuhkan vonis mati.
Alimin saat ini merupakan Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Banjarmasin. Sebelumnya, dia merupakan hakim di Pengadilan Jakarta Selatan selama tiga tahun dan sempat menjatuhkan vonis mati terhadap mantan jenderal bintang dua Mabes Polri Ferdy Sambo pada 13 Februari 2023.
"Anda yang menangani Sambo?" Kata Benny kepada Alimin dalam rapat hari ketiga uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Kamis (11/9).
"Iya mengadili," jawab Alimin.
"Dan yang menjatuhkan hukuman mati?"
"Iya benar kami bertiga".
Benny lalu bertanya apakah Alimin mendukung vonis mati, dan apa alasannya. Menurut dia, apa alasan Alimin merasa sebagai wakil Tuhan dan berhak mencabut nyawa seseorang.
"Pertanyaan saya simpel saja, Pak Alimin tadi wakil Tuhan di dunia, berarti bagaimana Pak Alimin begitu, bertemu dengan Tuhannya dan merasa benar menjatuhkan ini? Seperti apa prosesnya?" tanya politikus Partai Demokrat itu.
Alimin mengaku telah dua kali menjatuhkan vonis mati. Selain kepada Ferdy Sambo, satu vonis lain adalah dalam kasus narkotika meski dia tak mengungkap terdakwa yang dimaksud. Dia mengaku telah melakukan perenungan dalam dua vonis tersebut dan tetap meyakini hal itu tidak keliru.
"Ini dari perspektif yang berbeda, ada saat-saatnya orang dihukum mati, karena saya berpikir bahwa orang tersebut akan tahu kapan akan mati, ketika dia tahu kapan dia mati akibat perbuatannya, maka dia akan memperbaiki diri," kata Alimin.
"Apakah anda tetap pada pendirian menjatuhkan hukuman mati? Untuk Pak Sambo?" Tanya Benny lagi.
"Saya tidak berkomentar untuk Pak Sambo. Untuk perkara sejenis yang lain, iya," jawab Alimin.
Menurut Alimin, kendati misalnya ia terpilih sebagai hakim agung di Mahkamah Agung (MA), dia tak bisa kembali menangani kasus Sambo yang belakangan telah dijatuhi vonis seumur hiduk.
Pasalnya, sambungnya, hal itu bertentangan dengan kode etik hakim yang melarang seorang hakim tak boleh menangani perkara yang sudah ditangani di tingkat sebelumnya.
"Kode etiknya tidak boleh, Pak. Hakim tidak boleh menangani perkara, di mana di tingkat bawahnya pernah menangani kasus tersebut," kata dia.
(thr/sfr)