Komisi III Respons Usul Restorative Justice Tersangka Demo di Makassar
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil menyoroti wacana penyelesaian hukum melalui pendekatan restorative justice dalam kasus sejumlah tersangka kerusuhan saat demo di Makassar pada akhir Agustus lalu.
Menurutnya, ada aspirasi dari sebagian anggota dewan yang meminta agar para tahanan dapat dilepaskan setelah pemeriksaan selesai, sehingga bisa segera kembali ke keluarga masing-masing.
"Tadi sebagian anggota ada yang bertanya soal itu, dan meminta agar jika para tahanan sudah selesai diperiksa, semoga bisa dilepaskan dan dikembalikan kepada keluarganya," ujar Nasir di sela-sela Komisi III DPR RI kunjungan di Polda Sulsel, Jumat (12/9).
Namun, ia mengingatkan bahwa Komisi III DPR perlu mencermati usulan yang juga telah disampaikan oleh Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, terkait penerapan restorative justice.
"Kalau ada keluarga korban yang menolak, bagaimana? Semua orang punya hak, korban juga punya hak untuk menerima atau menolak tawaran pendekatan restorative justice itu sendiri," katanya.
Nasir menuturkan bahwa polisi tetap memiliki tugas dan kewenangan menjaga keamanan dan ketertiban umum. Karena itu, penerapan restorative justice tidak bisa serta-merta diberlakukan tanpa mempertimbangkan situasi di lapangan.
"Penyelesaian secara restorative justice sangat mungkin, tapi harus dilihat kondisi yang terjadi, misalnya pembakaran atau perusakan fasilitas umum. Harus dicermati apakah model pendekatan restorative justice memungkinkan atau tidak," jelasnya.
Reformasi Polri
Di sisi lain, Nasir menegaskan bahwa agenda reformasi kepolisian yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah penting untuk menghadirkan Polri yang profesional, akuntabel, serta mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Menurutnya, reformasi kepolisian sudah berjalan dalam tiga aspek, yakni reformasi struktural, reformasi instrumental, dan reformasi kultural. Namun, reformasi kultural masih menjadi pekerjaan rumah besar yang membutuhkan perhatian khusus.
"Reformasi kultural memang bukan hal yang mudah. Karena itu sekali lagi, kepada Presiden Prabowo Subianto diharapkan reformasi kultural yang dalam pandangan kami harus segera disegerakan," ujar Nasir.
Nasir menekankan reformasi kultural harus mampu membentuk pribadi polisi yang antisuap, tulus melayani masyarakat, serta memiliki jiwa pengabdian dan kemanusiaan.
"Polri untuk masyarakat itu diwujudkan dalam bentuk pengabdian, pelayanan, dan perlindungan," tegasnya.
Terkait isu pembentukan Tim Reformasi Kepolisian yang dinilai berpotensi berbenturan dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Nasir menilai hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan.
"Kompolnas itu kan semacam lembaga internal yang memberikan masukan kepada kepolisian. Jadi bisa saja reformasi kepolisian yang disampaikan Presiden Prabowo itu mengikutsertakan Kompolnas untuk memberikan saran, bagaimana idealnya polisi Indonesia di masa depan, menghadapi Indonesia Emas 2045," jelasnya.
(fra/mir/fra)