Kronologi Penculikan Kacab Bank, Ada Rencana yang Gagal
Polisi membeberkan kronologi aksi penculikan yang menewaskan M Ilham Pradipta (MIP) kepala cabang bank di Jakarta Pusat.
Aksi penculikan ini berawal pada bulan Juni saat tersangka Candy alias Ken bertemu Dwi Hartono. Dalam pertemuan itu, Candy mengaku memiliki data rekening dormant di beberapa bank.
"Kemudian C alias K memiliki rencana untuk memindahkan uang dari rekening dormant tersebut ke rekening penampungan yang telah disiapkan," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra dalam konferensi pers, Selasa (16/9).
Saat itu, Candy bahkan sudah menyiapkan tim IT untuk melakukan rencananya. Namun, untuk memuluskan rencananya itu, dia tetap memerlukan persetujuan dari kepala cabang bank.
Alhasil, Candy pun meminta bantuan Dwi untuk mencari kepala cabang bank yang bisa diajak bekerja sama dalam upaya pemindahan uang tersebut.
Pada 30 Juli kembali dilakukan pertemuan yang melibatkan Candy, Dwi serta tersangka AAM. Pertemuan dilakukan lantaran Candy memiliki informasi soal rekening dormant di sebuah bank BUMN.
Dalam pertemuan, Candy kemudian menyampaikan soal dua opsi rencana. Opsi itu muncul setelah para tersangka mendapatkan target yang akan dijadikan korban berbekal dari kartu nama.
Opsi pertama, melakukan pemaksaan dengan kekerasan serta ancaman kekerasan, dan setelahnya korban dilepaskan. Opsi kedua melakukan pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, lalu setelah berhasil korban akan dihilangkan atau dibunuh.
Lalu pada 31 Juli, Candy kembali bertemu dengan Dwi dan AAM untuk membahas dua opsi yang sebelumnya sempat dibahas.
Beberapa waktu kemudian atau pada 12 Agustus, Candy berkomunikasi dengan Dwi melalui WhatsApp. Dalam komunikasi itu, mereka sepakat untuk memilih opsi pertama, yaitu melakukan pemaksaan dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan dan setelahnya korban dilepaskan.
Pada 16 Agustus, Dwi lantas bertemu dengan JP di sebuah tempat di Cibubur. Saat itu, Dwi menanyakan apakah JP memiliki kenalan, baik dari kelompok preman, sipil, atau aparat untuk melakukan aksi penculikan.
Sebagai tindak lanjut, JP kemudian mendatangi kediaman Serka N pada 17 Agustus sekitar pukul 09.00 WIB. Dalam pertemuan itu, JP pun menawarkan pekerjaan untuk menculik korban.
Masih di hari yang sama, sekitar pukul 20.00 WIB terjadi pertemuan antara Dwi, JP, AAM, dan Serka N di Cibubur dengan tujuan membahas persiapan rencana aksi penculikan.
Kemudian di berikutnya, keempat orang tersebut kembali melakukan pertemuan di Cibubur untuk mematangkan persiapan aksi penculikan.
"Di dalam pertemuan tersebut, DH dan AAM bertugas untuk menyiapkan tim yang akan mencari alamat korban, serta mengikuti korban, di mana dalam tim tersebut terdiri dari tiga orang, yang pertama adalah saudara R, saudara E, dan saudara B," tutur Wira.
"Kemudian, saudara JP, menyiapkan tim untuk membantu membuntuti korban, yaitu dengan inisial saudara AW, serta menyiapkan tim yang akan melakukan penculikan terhadap korban," sambungnya.
Setelah pertemuan, Serka N menghubungi Kopda F yang bertugas menyiapkan untuk tim yang akan melakukan penculikan terhadap korban.
Pada 19 Agustus sekitar pukul 19.00 WIB, Kopda F menghubungi E dan sepakat bertemu di daerah Cijantung. Dalam pertemuan itu, E turut mengajak tiga orang lainnya.
Pada pertemuan itu, Kopda F turut menunjukkan foto korban kepada E dkk dan memerintahkan mereka untuk menculik korban. Kopda F juga menyampaikan setelah diculik, korban kemudian diserahkan ke tim lain yang disiapkan JP.
Gagal sewa rumah penculikan
Dalam aksi penculikan ini, Dwi, AAM dan JP juga telah menyiapkan safe house yang rencananya digunakan untuk memaksa korban memberikan persetujuan pemindahan dana dari rekening dormant ke rekening penampung.
Namun, ternyata safe house yang disiapkan itu sudah disewa orang lain. Alhasil, rencana ini gagal dan berubah.
Lalu, pada 20 Agustus aksi penculikan pun dilakukan. Korban berhasil diculik di parkiran Lotte Mart Pasar Rebo sekitar pukul 15.30 WIB oleh tim penculik.
Sesuai kesepakatan awal, setelah diculik korban diserahkan kepada tim lainnya. Dalam serah terima itu, korban yang tadinya di Avanza putih digeser ke mobil Fortuner hitam di Kemayoran sekitar pukul 21.00 WIB.
"Selanjutnya dari pukul 21.00, setelah di penguasaan JP, N, U, dan D untuk menunggu tim penjemput yang dipersiapkan oleh C alias K yang rencananya akan dibawa ke safe house yang telah disiapkan," tutur Wira.
"Karena tim penjemput tidak kunjung datang, sedangkan korban kondisinya korban sudah agak lemas, akhirnya korban dibuang di daerah Cikarang dalam keadaan kondisi kaki dan tangan masih terikat dan mulut dalam kondisi terlakban atau dilakban," lanjutnya.
Jenazah korban akhirnya ditemukan oleh warga di sebuah area persawahan di Cikarang pada 21 Agustus sekitar pukul 05.30 WIB.
Berdasarkan hasil visum, korban diduga meninggal akibat kekerasan benda tumpul pada leher yang menekan jalannya nafas dan pembuluh nadi besar. Namun, hasil tersebut belum final karena masih nunggu hasil pemeriksaan toksikologi.
Dalam kasus ini, polisi telah menangkap 15 orang tersangka. Salah satunya adalah Dwi Hartono yang dikenal sebagai crazy rich Jambi dan memiliki usaha bimbel online.
Selain 15 tersangka, dua prajurit TNI AD yang terlibat dalam kasus tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya yakni Sersan Kepala (Serka) N dan Kopral Dua (Kopda) FH.
Berdasarkan penyidikan, terungkap motif di balik penculikan dan pembunuhan itu lantaran ingin memindahkan uang dari rekening dormant ke rekening penampungan. Rekening dormant adalah rekening yang tidak aktif digunakan untuk transaksi selama setidaknya tiga bulan.
"Motif para pelaku melakukan perbuatannya yaitu para pelaku ataupun tersangka berencana untuk melakukan pemindahan uang dari rekening dormant ke rekening penampungan yang telah dipersiapkan," kata Wira.
(dis/isn)