Usut Aksi Rusuh Surabaya-Sidoarjo, Polda Jatim Sita 11 Buku

CNN Indonesia
Kamis, 18 Sep 2025 19:57 WIB
Beberapa buku yang disita polisi terkait dugaan kerusuhan di tengah gelombang demo Agustus lalu. (CNNIndonesia/Farid)
Surabaya, CNN Indonesia --

Polda Jawa Timur dan jajarannya menyita 11 buku dari massa aksi demonstrasi yang berujung ricuh di Surabaya dan Sidoarjo, sepanjang 29-31 Agustus 2025.

Sejumlah buku itu dikaitkan dengan peristiwa kerusuhan yang terjadi saat gelombang demo di Indonesia pada Agustus lalu, termasuk di sejumlah wilayah Jatim.

Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Widi Atmoko mengatakan hal itu bermula saat terjadi perusakan dan penyerangan kepada petugas Pos Polisi Waru, Sidoarjo, Sabtu (30/8) dini hari.

Dari peristiwa itu, polisi kemudian menangkap 18 orang yang diduga melakukan penyerangan ke petugas. Mereka terdiri dari delapan orang dewasa, dan 10 anak di bawah umur atau anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

Salah satunya adalah tersangka GLM (24) asal Surabaya. Saat mendalami penyelidikan, polisi mengaku menemukan sejumlah buku terkait anarkisme di rumah yang bersangkutan. Mereka pun menyitanya sebagai barang bukti.

"Kemudian dari penangkapan ini dikembangkan ternyata tersangka ini, GLM (24) ini pada saat kami melakukan penggeledahan ditemukan buku-buku bacaan ya, buku-buku yang bacaannya berpaham anarkisme," kata Widi, saat konferensi pers di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (18/9).

Pantauan CNNIndonesia.com, sejumlah buku yang disita polisi itu dan ditampilkan dalam konferensi pers di antaranya adalah, 'Anarkisme' kumpulan esai dari Emma Goldman, dan 'Apa Itu Anarkisme Komunis' tulisan Alexander Berkman, 'Karl Marx' karya Franz Magnis-Suseno, 'Kisah Para Diktator' karya Jules Archer, dan 'Strategi Perang Gerilya Che Guevara'.

Saat ditanya mengapa buku-buku itu disita dan dijadikan barang bukti, Widi mengatakan, polisi menilai bacaan-bacaan itu memiliki pengaruh terhadap cara pandang dan tindakan seseorang.

"Untuk mendalami bahwa ya apakah buku bacaan ini berpengaruh terhadap ya cara pandang seseorang sehingga melakukan tindakan-tindakan anarki," klaimnya.

Sejumlah tersangka perusuh dalam gelombang demo Agustus lalu yang ditampilkan dalam konferensi pers di Mapolda Jatim, Surabaya, 18 September 2025. (CNNIndonesia/Farid)

Widi berpendapat, pendalaman terhadap buku bacaan para tersangka ini penting dilakukan untuk mencari motif, pola dan peristiwa kerusuhan yang ditimbulkan seseorang.

"Pendalaman-pendalaman ini penting ya, karena kita ingin menghubungkan ya motif, pola, hubungan ya peristiwa rusuh yang terjadi kemarin. Sehingga ini kita lakukan penyitaan [buku]. Jadi semua yang ada hubungannya dengan tindak pidana atau perbuatan pidana kita lakukan langkah-langkah kejahatan, ya," ucapnya.

Dia juga menjelaskan, untuk mengungkap dugaan tindak kejahatan, ada sejumlah jenis barang bukti.

Pertama ialah bukti langsung, sedangkan kedua adalah bukti petunjuk yang akan mengungkap fakta-fakta lainnya.

"Ada yang barang bukti langsung digunakan untuk melakukan perbuatan pidana, ada juga barang bukti yang nantinya juga akan bisa untuk mengungkap yang diungkapkan tadi pola jaringan dan latar belakang dari pelaku mengapa melakukan tindakan tersebut," ucapnya.

Perusakan pos polisi Waru Sidoarjo

Sementara dalam kasus perusakan Pos Polisi Waru, Sidoarjo, dan penyerangan aparat, polisi awalnya menangkap 40 orang. Rinciannya adalah 12 orang dewasa, 28 anak.

Dari jumlah itu 22 orang dipulangkan dan 18 orang ditetapkan sebagai tersangka.

"Massa juga melakukan pengeroyokan kepada petugas di Pos Polisi Waru yang mengakibatkan seorang anggota Polresta Sidoarjo mengalami luka-luka di kepala," ujar Widi.

Dari 18 orang itu, delapan merupakan orang dewasa, sedangkan 10 sisanya merupakan anak berhadapan dengan hukum (ABH).

Para pelaku tersebut masing-masing memiliki peran menyerang petugas dengan batu, merusak pos polisi Waru, hingga mencuri tameng aparat.

Delapan pelaku dewasa itu antara lain MAN (18), BZ (21), AY (21), RAS (21), SBA (21), GS (21) mereka adalah warga Sidoarjo. Kemudian EPS (22) dan GLM (24) warga Surabaya.

Dalam kasus perusakan dan penyerangan ini para tersangka dijerat Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. 

(frd/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK