Komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mewujudkan eliminasi Tuberkulosis (TBC) pada 2030 kembali mendapat pengakuan nasional. Lewat penyuluhan bertajuk "Merdeka TBC", Kota Surabaya berhasil mencatatkan rekor di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai penyuluhan dengan partisipasi balai RW terbanyak.
Tercatat 1.361 RW se-Surabaya ikut terlibat, dengan pusat kegiatan di Balai RW 3 Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan, sementara RW lain mengikuti secara daring pada Kamis (28/8).
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan bahwa penanganan TBC memerlukan kolaborasi masyarakat. Karena itu, Pemkot melibatkan RT, RW, hingga Kader Surabaya Hebat (KSH) untuk memantau setiap rumah, melakukan sosialisasi, serta memastikan penderita TBC menjalani pengobatan hingga tuntas.
"Maka dari itu, kami membentuk Kampung Pancasila dengan melibatkan RT, RW hingga KSH supaya bisa memantau setiap rumah dan bergerak bersama melakukan sosialisasi dan pencegahan TBC," ujar Eri.
Ia menilai bahwa capaian rekor MURI ini adalah bukti nyata bahwa pembangunan Surabaya bukan hasil kerja individu, melainkan gotong royong warga.
"Rekor MURI ini menunjukan bahwa Kota Surabaya tidak dibangun oleh satu orang, tetapi Surabaya bergerak maju bersama seluruh warganya. Surabaya dimiliki oleh warganya karena yang melakukan sosialisasi adalah dari warga untuk warga," katanya.
Eri berpesan agar masyarakat tidak menghakimi penderita TBC, melainkan memberikan dukungan. Ia optimistis, dengan sinergi dan empati, Surabaya akan mampu menekan angka TBC dan mencapai target eliminasi pada 2030.
"Jika ada yang batuk, sarankan pakai masker dan periksa ke puskesmas," ujar Eri.
Senior Manager MURI, Andre Purwandono, menjelaskan bahwa rekor ini diberikan atas dasar jumlah lokasi penyuluhan terbanyak di tingkat RW yang belum pernah tercatat sebelumnya di Indonesia.
"Jadi ini merupakan salah satu kegiatan yang masuk ke dalam kategori MURI yaitu bersifat superlatif segala sesuatu yang dapat dihitung. Yang menjadi penilaian dari MURI ini adalah banyaknya RW yang melakukan penyuluhan TBC dan baru pertama kali di Indonesia," ujar Andre.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina, menambahkan bahwa kegiatan ini melibatkan 27 ribu kader kesehatan yang tersebar di seluruh wilayah, dengan masing-masing kader bertanggung jawab atas 20 rumah.
Menurutnya, partisipasi aktif ini sejalan dengan konsep Kampung Pancasila yang menumbuhkan rasa cinta dan tanggung jawab warga terhadap lingkungannya.
"Kegiatan ini bertujuan untuk menyebarkan informasi pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan TBC, serta menghilangkan stigma negatif terhadap penderita. Kami ingin memastikan TBC tidak lagi menjadi penyakit yang menakutkan," kata Nanik.
Nanik memaparkan, pihaknya telah menerapkan sejumlah langkah strategis terkait penanganan TBC, mencakup edukasi masif, skrining aktif maupun pasif, hingga kolaborasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Selain itu, pemkot juga memberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa susu untuk pasien TBC, pendampingan selama pengobatan, serta memperkuat regulasi lewat Rencana Aksi Daerah (RAD) TBC dan Perwali No. 117 Tahun 2024," ujarnya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) per 22 Agustus 2025, jumlah kasus TBC di Surabaya sejak Januari hingga Agustus mencapai 6.740 kasus, atau sekitar 41,87% dari estimasi 16.098 kasus.
Meski prevalensinya masih terkendali, Nanik mengakui ada sejumlah tantangan, mulai dari mobilitas penduduk yang tinggi hingga stigma negatif di masyarakat. Hambatan lainnya termasuk rendahnya kepatuhan pasien dalam pengobatan, penolakan pengobatan pencegahan oleh kontak erat, serta kendala sosial-ekonomi yang mempengaruhi kesembuhan pasien.
"Kami berharap dengan sosialisasi yang masif dapat menekan tantangan atau hambatan dalam pengobatan TBC pada masyarakat, sehingga target eliminasi pada 2030 dapat terwujud," pungkas Nanik.
(adv/adv)