KontraS: 85 Kekerasan Libatkan Prajurit TNI Setahun Terakhir
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menemukan 85 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota TNI dalam periode satu tahun terakhir (Oktober 2024-September 2025).
Hal itu termuat dalam laporan atau kertas kebijakan KontraS yang disampaikan di agenda konferensi pers 'Menyikapi HUT ke-80 TNI: Mendesak Militer Kembali ke Barak' yang diselenggarakan di Kantor Imparsial, Jakarta Selatan, Sabtu (4/10).
"Kami menemukan ada 85 kekerasan oleh anggota atau prajurit TNI dengan rincian 182 orang menjadi korban," ujar Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam pemaparannya.
Dari jumlah itu, sebanyak 64 orang menjadi korban luka, 31 orang meninggal dunia dan 87 orang lainnya mendapatkan perlakuan yang seharusnya tidak terjadi dalam konteks negara hukum seperti intimidasi dan teror.
Dimas menuturkan bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi antara lain 35 tindak penganiayaan, 19 intimidasi, 13 tindak penyiksaan, 11 peristiwa penembakan, serta terdapat 7 peristiwa kejahatan seksual yang terjadi hanya dalam satu tahun periode pemantauan.
"Bahkan, 53 peristiwa atau 62,3 persen terjadi pasca-pengesahan RUU TNI (Maret 2025)," ucap Dimas.
Dia menuturkan peristiwa tersebut terjadi mulai dari ujung barat hingga timur Indonesia, dengan Pulau Papua sebagai episentrum kekerasan dengan 23 Peristiwa. Kata Dimas, kekerasan TNI dalam setahun terakhir mengakibatkan sebanyak 67 warga Papua menjadi korban.
Berdasarkan temuan tersebut, KontraS memberikan sejumlah rekomendasi.
Pertama, meminta Panglima TNI beserta jajaran melakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap warga sipil, serta memberikan sanksi kepada prajurit yang melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM.
Kedua, meminta TNI mengevaluasi penempatan prajurit di Tanah Papua dan memastikan tidak ada warga sipil yang menjadi korban khususnya akibat ekses dari kontak senjata yang terjadi di Tanah Papua.
Upaya dialog kebangsaan yang melibatkan TNI perlu dibangun dengan semua mitra pemerintahan baik pusat maupun daerah, masyarakat sipil, akademisi, tokoh adat dan tokoh agama.
Hal itu bertujuan untuk menemukan titik terang dalam merumuskan kebijakan yang lebih berorientasi pada pembangunan baik pembangunan manusia maupun infrastruktur serta kedamaian di Papua.
Kemudian meminta pemerintah untuk menghentikan pelibatan TNI dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) serta mengkaji ulang pembentukan Brigade dan Batalion Teritorial Pembangunan.
Lihat Juga : |
Laporan atau kertas kebijakan dirilis KontraS menjelang HUT ke-80 TNI pada Minggu, 5 September 2025.
Penyusunan laporan tersebut berangkat dari hasil pemantauan terhadap peristiwa kekerasan oleh TNI, pembentukan satuan baru TNI se-Indonesia, putusan pengadilan militer terhadap anggota TNI pelaku penganiayaan, pengiriman pasukan TNI ke Papua, serta intervensi militer ke ranah sipil termasuk dunia akademik.
Pemantauan atas berbagai data tersebut dilakukan dengan tahap awal berupa pengumpulan data yaitu dokumentasi atas peristiwa-peristiwa terkait yang terpublikasikan dalam pemberitaan media massa selama rentang waktu Oktober 2024-September 2025.
(ryn/tis)