Komnas HAM Beberkan 114 Aduan terkait PSN dalam Sidang Ciptaker di MK

CNN Indonesia
Selasa, 07 Okt 2025 14:44 WIB
Ilustrasi suasana sidang di gedung MK. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan 114 aduan pelanggaran HAM terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam waktu tiga tahun terakhir.

Data itu disampaikan Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Saurlin P Siagian dalam sidang lanjutan perkara nomor: 112/PUU-XXIII/2025 tentang pengujian materiil Undang-undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/10).

"Kami juga ingin menyampaikan sedikit situasi di Komnas HAM bahwa terdapat setidaknya 114 pengaduan terkait PSN hanya dalam tempo 3 tahun terakhir yang mengandung dugaan pelanggaran hak asasi manusia," ungkap Saurlin di hadapan hakim konstitusi.

Dia menuturkan pola permasalahan yang muncul selalu berulang, ada penggusuran paksa, kompensasi tidak layak, kriminalisasi warga, dan degradasi lingkungan hidup.

Saurlin mencontohkan beberapa kasus PSN yang memicu konflik di kalangan warga di antaranya kasus Wadas, Rempang, Mandalika, pembukaan lahan food estate di Papua Selatan, dan kasus di Kawasan Industri Morowali.

"Di antara 114 yang diadukan Komnas HAM yang semuanya menunjukkan pola kemiripan di mana keputusan diambil secara top down, minim konsultasi bermakna, dan pengamanan berlebihan yang memicu konflik," tutur Saurlin.

Dari ratusan pengaduan yang diterima Komnas HAM, Saurlin mengatakan ada juga yang mencantumkan perihal pengabaian prosedur konsultasi, instrumen AMDAL yang hanya menjadi dokumentasi administratif, aparat yang diberi peran berlebihan untuk menekan perbedaan pendapat, dan dampak sosial ekonomi yang meningkatkan kerentanan warga.

Kesimpulan Komnas HAM atas PSN

Berdasarkan kajian-kajian Komnas HAM dan temuan lapangan, Saurlin mengatakan pihaknya mempunyai sejumlah kesimpulan.

Pertama, norma PSN dalam Undang-undang Cipta Kerja mengandung kekaburan norma yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan kepastian hukum.

Kedua, pelaksanaan PSN telah menimbulkan pelanggaran nyata terhadap konstitusional, hak atas lingkungan hidup yang sehat, hak atas rasa aman, dan hak atas properti.

Ketiga, tata kelola PSN yang bersifat top down menghasilkan proyek tidak ramah HAM dan cenderung meniadakan partisipasi publik yang bermakna.

Keempat, terdapat kesenjangan nyata antara tujuan normatif PSN dengan realitas di lapangan yang sering menghasilkan konflik sosial dan kriminalisasi terhadap warga.

Kelima, PSN telah menyebabkan kerusakan lingkungan serius di mana instrumen lingkungan yang ada tidak berjalan dengan efektif.

Keenam, pelibatan aparat keamanan dalam melaksanakan PSN yang berlebihan mengancam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM secara utuh.

Poin terakhir adalah hilangnya akses masyarakat adat atas tanah dan budaya akibat PSN yang mengancam identitas budaya juga keberlanjutan hak masyarakat adat.

Rekomendasi Komnas HAM

Dalam pemaparannya, Saurlin juga membacakan enam rekomendasi dari Komnas HAM mengenai norma PSN dalam UU Cipta Kerja.

Pertama adalah MK harus menegaskan bahwa setiap norma dalam UU Ciptaker, khususnya yang menyangkut PSN, harus tunduk pada prinsip negara hukum sebagaimana yang tercantum dalam konstitusi. Selain itu, harus pula menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM seperti yang diamanatkan konstitusi.

"Norma yang bersifat kabur dan membuka peluang penyalahgunaan kewenangan hendaknya dinyatakan inkonstitusional yang dapat dicabut atau ditinjau ulang," katanya membacakan poin rekomendasi Komnas HAM.

Kemudian, meninjau ulang model pembangunan dalam bentuk PSN karena sangat eksklusif menimbulkan diskriminasi, penyalahgunaan kewenangan, dan pelanggaran HAM yang terus berulang.

MK juga diminta menegaskan pembangunan ekonomi tidak boleh dijadikan justifikasi bagi perampasan tanah dan ruang hidup masyarakat tanpa mekanisme perlindungan yang memadai.

"Mahkamah Konstitusi diharapkan mengeluarkan amar putusan yang tidak hanya bersifat korektif tapi juga preventif dengan menginstruksikan kepada pembentuk Undang-undang untuk memperbaiki regulasi PSN agar sesuai dengan prinsip konstitusi hak asasi manusia dan keberlanjutan lingkungan," katanya.

Sebelumnya, sebanyak delapan organisasi masyarakat sipil, 1 individu, dan 12 korban PSN termasuk masyarakat adat, petani, nelayan, serta akademisi menggugat sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja yang memberi legitimasi pada kemudahan dan percepatan PSN.

Ketentuan tersebut tersebar di berbagai sektor hukum, antara lain dalam UU Kehutanan, UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU Penataan Ruang, serta UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Norma-norma tersebut dinilai menimbulkan kerancuan hukum dan membuka celah pembajakan regulasi. Ketentuan mengenai kemudahan PSN disebut juga berimplikasi pada penyalahgunaan konsep "kepentingan umum" yang seharusnya dimaknai secara ketat.

Dalam praktiknya, konsep tersebut memberi dasar hukum bagi badan usaha untuk mengambil alih tanah warga termasuk tanah adat tanpa ada perlindungan hukum yang cukup bagi masyarakat terdampak.

Kondisi tersebut berdampak pada penggusuran paksa dan perampasan ruang hidup warga yang bertentangan dengan jaminan hak atas kepastian hukum dan perlindungan hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D dan Pasal 28H UUD 1945.

Norma dimaksud juga membuka jalan bagi alih fungsi lahan pangan berkelanjutan untuk kepentingan PSN, tanpa ada mekanisme partisipasi yang bermakna maupun kompensasi yang adil bagi masyarakat.

(ryn/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK