Keluarga Korban Desak Proses Hukum Ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny

CNN Indonesia
Selasa, 07 Okt 2025 21:21 WIB
Foto udara petugas mengevakuasi jenazah korban runtuhnya bangunan mushalla di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (6/10/2025). (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)
Sidoarjo, CNN Indonesia --

Kecewa, marah dan kehilangan, hal itu lah yang dirasakan Fauzi (48). Empat keponakannya menjadi korban ambruknya gedung Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim).

Fauzi dan keluarganya berduka. Ia pun mengaku tidak bisa tinggal diam. Dia menuntut agar kasus ini diusut tuntas dan pihak yang lalai dimintai pertanggungjawaban hukum.

"Kalau memang di situ ada human error atau kelalaian manusia dalam hal pembangunan, ya harus diproses. Penegakan hukum itu harus ditegakkan," kata Fauzi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (7/10).

Empat keponakan Fauzi--MH, MS, BD dan A-- menjadi korban tewas dalam tragedi bangunan bertingkat pesantren tersebut. Fauzi mengatakan anak kandungnya, TM, yang juga 'nyantri' di ponpes itu selamat.

Mereka masih berusia sekitar 16-17 tahun dan berada di lantai dasar saat bangunan itu ambruk pada Senin (29/9).

Fauzi mengatakan, anaknya selamat karena berada di saf pertama dekat area imam yang tak terdampak. Sedangkan empat keponakannya disebut berada di saf tengah.

Fauzi menduga kondisi konstruksi gedung itu sebelum ambruk dinilainya memang sudah tak layak dan tidak memenuhi standar.

"Saya sudah konsultasi dengan yang lebih ahli. Dilihat dari konstruksinya memang tidak standar untuk pembangunan," ucap warga Depok, Jawa Barat yang berasal dari Bangkalan itu.

Tak hanya itu, Fauzi juga menyinggung soal adanya santri yang ikut bekerja saat proses pembangunan atau pengecoran gedung. Hal itu, menurutnya, bisa mengarah pada bentuk dugaan eksploitasi anak.

"Santri pada saat itu dipekerjakan. Nanti bukan tidak mungkin ada eksploitasi anak di sana. APH (aparat penegak hukum) jangan berhenti di evakuasi saja, tapi juga proses hukumnya harus jalan," tegasnya.

Oleh karena itu, dia meminta siapapun pihak yang bertanggung jawab pada kejadian ini agar diproses secara hukum. Baik itu dari pengasuh ponpes, pengurus, bahkan kiai sekalipun.

Bagi Fauzi, tanggung jawab hukum tidak boleh berhenti hanya karena status sosial seseorang. Ia menegaskan semua orang sama di mata hukum, tak ada yang kebal.

"Kita tidak memandang status sosial atau jabatan. Meskipun statusnya kiai, kalau memang bersalah ya harus diproses. Masa hukum kalah sama status sosial seseorang," katanya.

Meski menerima bahwa musibah adalah bagian dari takdir, Fauzi menilai kelalaian manusia tetap harus diselesaikan secara hukum. Sebab ia hanya ingin tragedi serupa tidak terulang dan kasus ini menjadi pelajaran bagi pesantren lainnya.

"Kalau masalah ikhlas, benar kita ikhlas, itu namanya takdir. Tapi kalau kelalaian, ya harus diproses. Hukum harus ditegakkan, supaya ke depan adik-adik kita bisa belajar dengan aman," ujarnya.

Menurutnya sebagian wali santri enggan menuntut karena faktor budaya menghormati kiai. Karena itu Fauzi juga meminta publik ikut mengawal jalannya proses hukum ini bersama.

"Banyak wali murid tidak ingin melanjutkan, karena kultur kami itu hormat sekali kepada guru. Tapi menurut saya pribadi, meskipun siapapun itu, kalau ada kelalaian dan ada dasar hukum, ya harus diproses," kata Fauzi.

Saat ini, Fauzi dan keluarga sedang menunggu proses jenazah keempat keponakannya itu selesai diidentifikasi di RS Bhayangkara Polda Jatim, Surabaya.

Di sisi lain seorang keluarga korban lainnya, Muhammad Ma'ruf (50), yang merupakan ayah dari santri MA (13), menganggap apa yang dialami anaknya ini sebagai kehendak atau takdir Tuhan.

"Kami nitipkan di pondok ini dengan tujuan, satu agar anak kami kenal dengan Tuhannya, dua kami pasrah dengan guru kami yang ada di sini, andaikan ada kejadian yang tidak diinginkan itu semua takdir dan kami siap menerima adanya," kata Ma'ruf.

Senada, Pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, KH Abdus Salam Mujib mengatakan kejadian yang menewaskan puluhan santri ini adalah takdir dari Tuhan. Dia pun meminta semua pihak untuk bersabar.

"Ya saya kira ini takdir dari Allah, jadi semuanya harus bisa bersabar. Dan mudah-mudahan juga diberi diganti oleh Allah yang lebih baik," kata Mujib ditemui di lokasi kejadian pada 29 September lalu.

Ia juga berharap luka dan duka yang dialami para korban ambruknya gedung itu digantikan dengan pahala oleh Allah.

"Diberi pahala yang sangat-sangat, apa ya, nggak bisa mengutarakan dan mudah-mudahan dibalas kebaikan oleh Allah SWT yang lebih dari musibah ini," ucap dia.

Kapolda janji proses hukum

Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Nanang Avianto berjanji akan melakukan proses hukum terhadap tragedi ambruknya gedung Pondok Pesantren Al Khozyni yang menelan korban jiwa.

Proses hukum itu, kata Nanang, akan segera dilakukan, usai evakuasi seluruh korban berhasil dituntaskan.

"Jelas tetap nanti akan melakukan kegiatan proses [hukum] tapi yang utama sekarang ini adalah masalah kemanusiaannya dulu," kata Nanang saat meninjau proses evakuasi di lokasi kejadian, Jumat (3/10).

Nanang mengatakan, pihanya sudah mengumpulkam data-data perihal dugaan kegagalan konstruksi gedung ambruk tersebut.

"Jadi nanti gini, ini kan harus dilihat dulu semuanya sampai awal. Dari proses yang jatuh ini sudah kita filekan. Kita filmkan. Kita ambil dokumentasinya," ujarnya.

Peristiwa ambruknya gedung tiga lantai ini harus dilihat secara menyeluruh. Mereka juga meminta pendapat para ahli bidang konstruksi untuk mengurai penyebabnya.

"Dan ini kan harus sampai keseluruhan menyeluruh. Dan kami juga ada panduan dari teman-teman ahli bidang konstruksi," ujarnya.

Polisi akan mempelajari konstruksi gedung tersebut dari lantai dasar, lantai dua, tiga hingga lantai atap yang diduga menjadi titik ambruk.

"Jadi ini ada tahapannya dan harus sampai selesai sampai di bawah. Karena kan kita harus tahu konsep membangun itu kan tidak ujuk-ujuk dari atas. Semua ada dari bawah dulu," katanya.

Ia minta publik untuk bersabar. Polisi bakal mengusut tragedi gedung ambruk ini secara saintis, dan berdasarkan pendapat para ahli bidang konstruksi.

"Indikasi awal ya nanti dari teman-teman ahli yang bisa menjelaskan, teman-teman. Jadi nanti kalau sudah ada kan penjelasan itu kan lebih valid karena dengan saintis ya," ucapnya.

Seperti diketahui, gedung tiga lantai termasuk musala di asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, ambruk, Senin (29/9) sore.

Saat kejadian, diketahui ada ratusan santri sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah di gedung yang masih dalam tahap pembangunan tersebut.

Hingga akhir pencarian, Selasa (7/10), Basarnas mencatat korban ambruknya Gedung Pondok Pesantren Al Khoziny berjumlah total 171 orang. Terdiri dari 104 selamat, 67 meninggal dunia, termasuk 8 body part atau bagian tubuh.

(frd/kid)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK