Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menegaskan kasus kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan.
Hal itu disampaikan perempuan yang disapa Arifah menanggapi kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang diduga dilakukan seorang anggota Brimob berinisial BRN terhadap seorang anak perempuan (16) di Kota Ambon, Maluku.
Arifah mengatakan surat perjanjian yang diduga dibuat anggota Brimob dan korban tidak sah dan bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak dan prinsip keadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Surat perjanjian tersebut tidak sah secara hukum, karena ditandatangani oleh korban anak yang masih di bawah umur. Tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak dan prinsip keadilan bagi korban, karena kesepakatan yang melibatkan anak di bawah umur tanpa pendampingan hukum dan tanpa mempertimbangkan kepentingan terbaik anak, tidak memiliki kekuatan hukum," kata Arifah di Jakarta, Senin (20/10), dikutip dari Antara.
Arifah memastikan pihaknya terus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait serta pihak keluarga korban untuk memastikan keberlanjutan pendampingan dan keamanan korban.
"Kami juga telah menginstruksikan agar dilakukan asesmen lanjutan dan memastikan korban dalam kondisi aman dari tekanan ataupun ancaman dari pihak lain," ujarnya.
Arifah menambahkan UPTD PPA juga tengah berupaya menghubungi ayah terduga pelaku yang merupakan aparat penegak hukum di daerah Maluku Barat Daya untuk memastikan tanggung jawab keluarga terhadap korban.
"Kami mengapresiasi inisiatif salah satu warga yang merupakan tetangga pelaku, karena sudah membantu korban untuk melapor kepada pihak yang berwajib," ujarnya.