BGN Akan Wajibkan SPPG Punya Fasilitas Bahan Baku Air Berfilter dan UV

CNN Indonesia
Jumat, 24 Okt 2025 07:38 WIB
Ilustrasi. Salah satu dapur SPPG penyedia menu MBG yang berada di Ciamis, Jawa Barat. (ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Gizi Nasional BGN mewajibkan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menggunakan sumber bahan baku air yang bersertifikat dan terjamin fasilitasnnya.

Memasak Makan Bergizi Gratis (MBG) saat ini diharuskan menggunakan air mineral dalam kemasan galon. Itu merupakan langkah antisipasi sementara, sebelum seluruh SPPG diwajibkan memiliki fasilitas pengelolaan air yang dilengkapi dengan filter dan teknologi sinar ultraviolet (UV).

Hal itu disampaikan Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang dalam kegiatan bertajuk 'Upaya Meningkatkan Kualitas Gizi Bangsa melalui MBG' di Jakarta, Kamis (23/10).

"Kami wajibkan sekarang harus memakai air galon pak, sementara sebelum mereka mempunyai air yang dipastikan mempunyai kualitas (yang baik)," kata Wakil Ketua BGN Nanik S Deyang seperti dikutip dari Antara.

Menurut pihaknya, Nanik mengatakan sejumlah kasus keracunan makanan yang disebabkan menu MBG beberapa di antaranya dipicu kualitas air yang digunakan.

Salah satunya, lanjut Nanik, terdapat pada kasus yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat beberapa waktu lalu.

"Ternyata kalau dari hasil lab, 72 persen kalau menurut Kemenkes itu dari masalah air. Kenapa Bandung Barat? mungkin ya itu karena di sana kan pembuangan sampah dari Bandung mengumpul di Bandung Barat," ujarnya.

Nanik juga mengakui masalah sanitasi lingkungan sekitar SPPG menjadi salah satu masalah yang menjadi perhatiannya.

Maka dari itu, ia menyebut hal ini akan menjadi bagian dari Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola MBG yang akan disahkan pada waktu mendatang.

Melalui langkah ini, Nanik berharap tidak ada lagi anak Indonesia yang menjadi korban akibat keracunan saat menyantap makanan pada Program MBG.

Sebelumnya Kepala BGN Dadan Hindayana mengakui bahwa program makan bergizi gratis (MBG) saat ini menyumbang 46 persen kasus keracunan pangan di Indonesia.

Namun, kata Dadan, kasus keracunan mayoritas tidak disumbang MBG. Sisanya, sebesar 54 persen, kata dia, kasus keracunan disebabkan hal lain yang tidak diberitakan.

"Perlu saya jelaskan juga bahwa kasus keracunan pangan di Indonesia, itu tidak hanya dari MBG. Sekarang itu 46 persen, keracunan disumbang oleh MBG, ya tapi yang 54 persennya kan tidak diberitakan," kata Dadan di program Setahun Prabowo-Gibran CNN Indonesia TV, Senin (20/10).

BRIN soroti cara penyimpanan bahan makanan di SPPG

Dalam kegiatan yang sama, Kepala Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Satriyo Krido Wahono menyoroti penyimpanan bahan makanan yang digunakan SPPG dalam menyiapkan menu MBG.

Satriyo mengatakan BRIN mendapatkan temuan bahwa banyak orang yang merasa bahwa bahan makanan sudah pasti aman jika disimpan di dalam lemari es atau freezer.

"Biasanya menggampangkan 'oke kita dapat barang murah kita simpan di freezer, kalau di freezer pasti semuanya baik-baik saja," kata dia.

Satriyo menilai prinsip tersebut biasanya terjadi jika suatu lembaga yang mengelola makanan menemukan harga bahan yang sedang murah di pasaran, sehingga langsung membelinya dalam jumlah banyak.

Selain itu, Satriyo mengatakan masih banyak SPPG yang belum mempunyai pengalaman yang cukup untuk mengolah makanan dalam jumlah banyak.

"Tidak seperti itu, karena dalam proses freezer pun bisa jadi dia bertumpuk terlalu banyak. Di bagian luar dingin, di dalam panas. Panas dalam artian bakterinya tumbuh, itu yang berbahaya," ujarnya.

Di samping itu Satriyo juga menyoroti proses penyimpanan dan pengiriman saat makanan sudah matang, di mana salah satunya disebabkan keterbatasan kendaraan yang dimiliki SPPG untuk mengangkut makanan.

"Kadang ada keterbatasan juga, jumlah mobilnya cuma sedikit. Padahal didistribusikan banyak, sehingga waktu distribusi itu memakan waktu prime dari makanan, dimana harus dua sampai empat jam maksimal itu sudah harus dikonsumsi. Kalau distribusinya telat, ya otomatis dia akan lebih (berkurang kualitasnya)," ucap Satriyo.

Oleh karena itu Satriyo mendorong seluruh pemangku kepentingan terkait untuk lebih meningkatkan mutu dan kinerjanya, demi menjamin kualitas sajian MBG yang akan diberikan kepada anak Indonesia.

Merespons hal itu, BGN melalui Nanik menyambut baik usulan yang dipaparkan BRIN.

Ia menyebut pihaknya juga tengah mengupayakan adanya peningkatan kualitas melalui Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola MBG yang akan disahkan pada waktu dekat.

"Sekarang ini sudah 112 dapur (SPPG) yang ditutup. Mereka dibolehkan lagi beroperasi, tapi dengan catatan membuat kontrak atau membuat perjanjian, kalau mengalami lagi akan ditutup permanen. Jadi, kami juga keras dengan para mitra," ucap Nanik.

(kid/gil)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK