WNI Korban Scam di Kamboja Diancam Sindikat, KP2MI Turun Tangan

CNN Indonesia
Minggu, 26 Okt 2025 16:55 WIB
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) menindaklanjuti peristiwa Warga Negara Indonesia (WNI) korban penipuan di Kamboja yang mendapat ancaman dari sindikat. Ilustrasi (Unsplash/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) menindaklanjuti peristiwa Warga Negara Indonesia (WNI) korban penipuan di Kamboja yang mendapat ancaman dari sindikat.

Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Dzulfikar Ahmad Tawalla mengatakan korban awalnya pada September lalu berangkat ke Singapura oleh kenalan adik korban.

"Pada tanggal 17 Oktober 2025, yang bersangkutan mengabari bahwa yang bersangkutan secara tidak sadar berada di Kamboja untuk dijadikan pekerja paksa penipuan," kata Dzulfikar dalam keterangan tertulis, Minggu (26/10).

Lalu, pada sekitar 21 Oktober, WNI itu kabur dan meminta pertolongan ke KBRI Phnom Penh.

Saat itu, WNI tersebut diancam oleh perusahaan yang membawa ke Kamboja. Petugas LPMA Bakum KP2MI kemudian menghubungi kerabat WNI tersebut.

"Disampaikan kepada kami, bahwa kondisi yang bersangkutan 80 persen aman dan yang bersangkutan ganti nomor dan rahasia, Selanjutnya Dit. LPMA PMI BAKUM akan menyiapkan surat resmi KP2MI ke Perwakilan RI untuk bantuan penanganan permasalahan yang bersangkutan," katanya.

Cerita orang tua korban

Ayah korban, Firman mengatakan meski telah berada di bawah perlindungan KBRI Phnom Penh, para sindikat masih memberikan ancaman kepada anaknya.

Anaknya mendapat sejumlah pesan teror dari nomor tak dikenal. Pesan teror itu diperlihatkan ke Firman ketika anaknya telah berhasil melarikan diri dari lokasi para sindikat yang mengeksploitasi WNI yang dipekerjakan secara paksa untuk penipuan online.

"Disandera dan dijadikan pekerja paksa untuk penipuan online. Sampai akhirnya bisa kabur punya rencana kabur, karena dia ditugaskan pesan makan online dan jemput makanan di depan ruko, Selasa (21/10) pukul 20.00 waktu setempat," kata Firman kepada wartawan.

"Seperti biasa anak saya pesan makan online berdua dengan teman yang senasib. Makan datang kabur jam 05.00 an pagi baru bisa pesan grab mobil untuk kabur berangkat 19.00 jam menuju KBRI. Akhirnya sampai di KBRI," imbuh dia.

Firman mengaku tidak menyangka anaknya menjadi korban eksploitasi. Sejak awal, ia mengatakan anaknya bekerja di Singapura dengan segala urusan paspor yang telah diurus.

Bahkan, lanjut Firman, awalnya tidak memiliki kecurigaan, karena selama satu bulan di Singapura bekerja benar di sebuah perusahaan. Namun tiba-tiba komunikasi dengan Firman terputus pada Jumat (17/10)

"Di Singapura ditawari kerja di perkantoran. Sampai sana iya benar kerja di perkantoran sebagai customer service," ujarnya.

Namun anaknya kemudian diajak oleh temannya untuk pergi naik pesawat.

"Anak saya belum sadar sampai dia sampai di sebuah toko dan besoknya dia diculik di depan toko itu dan disandera dan dijadikan pekerja paksa untuk penipuan online," kata dia.

Atas kejadian yang menimpa anaknya, Firman berharap KBRI bisa segera membantu pemulangan anaknya.

Firman mengaku sangat keterbatasan biaya untuk memenuhi kebutuhan anaknya selama di Kamboja. Sebab, anaknya masih membutuhkan biaya untuk penginapan hotel yang ternyata tidak ditanggung pihak KBRI.

"Katanya proses urus berkas lama bisa sampai enam bulan dan tidak ada tempat tinggal. Kami harus cari biaya sendiri untuk anak saya menginap, makan juga biaya tiket di hotel sekitar KBRI, sedangkan kami orang tua tidak punya uang untuk biaya itu," katanya.

(fra/yoa/fra)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK