Kode Sultan HB X soal Regenerasi untuk GKR Mangkubumi

CNN Indonesia
Selasa, 28 Okt 2025 09:49 WIB
Pakar UGM menilai pernyataan Sultan HB X tentang regenerasi perempuan di Keraton Yogyakarta merujuk pada putri sulungnya GKR Mangkubumi.
Sultan HB X lempar kode regenerasi perempuan di Keraton Yogyakarta. (CNN Indonesia/Tunggul)

Lebih lanjut, Dardias menggarisbawahi bahwa ada syarat bagi GKR Mangkubumi untuk bisa mewarisi takhta di Keraton Yogyakarta sepeninggal Sultan HB X, yaitu menggunakan gelar sesuai nomenklatur yang tertera di Undang-undang Keistimewaan.

Pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (4) UU No 13/2012 tentang Keistimewaan DIY, tertulis bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah, selanjutnya disebut Sultan Hamengku Buwono.

"Persoalannya di situ aja. Jadi kalau misalnya mau Gusti Pembayun (GKR Mangkubumi) mau menggantikan Ngarsa Dalem (Sultan), ya gelarnya harus mengikuti di Undang-Undang Keistimewaan biar subjeknya sama," ungkap Dardias.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Dardias beranggapan, mulus tidaknya jalan GKR Mangkubumi menuju kursi takhta juga bergantung pada sikap adik-adik Sultan HB X atau para pangeran Keraton Yogyakarta yang kukuh tunduk kepada paugeran (adat istiadat keraton).

Jurnal Dardias berjudul 'Menyiapkan Sultan Perempuan: Legitimasi Langit dan Efektivitas Rezim Sultan Hamengkubuwono X', menuliskan bahwa 'langkah-langkah sistematis' Sultan HB X mempersiapkan GKR Mangkubumi menjadi sultanah ditentang keras dan melahirkan dua kubu yang berkonflik.

Kubu pertama terdiri atas Sultan, permaisuri, putri, dan menantunya yang berseberangan dengan adik-adik Sultan, seperti GBPH Prabukusumo, GBPH Yudhaningrat dan GBPH Pakuningrat.

Dardias menambahkan, seiring berjalannya waktu sejak terbitnya Sabda Raja, adik-adik Sultan juga tak lagi mendapatkan tempat di biro-biro internal keraton.

"Isu ini kan lebih banyak isu elit ya, kalau masyarakat Jogja kan lebih banyak nerima saja. Nah, kalau kansnya itu ya, tergantung gerakannya adik-adiknya, adik-adik sultan kan masih banyak yang laki-laki yang merasa berhak (meneruskan takhta). Kalau yang sekarang, per hari ini, itu sepertinya sudah tidak ada lagi (adik-adik Sultan) yang terlibat di keraton, setahu saya," pungkasnya.

Sebelumnya, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkap keterlibatan sosok perempuan dalam regenerasi Keraton Yogyakarta. Sultan menyampaikan hal tersebut dalam acara Forum Sambung Rasa Kebangsaan di Gedung Sasono Hinggil Dwi Abad, Keraton Yogyakarta, Minggu (26/10).

Forum ini turut dihadiri eks Menko Polkam Mahfud MD, mantan Wakapolri, Ahmad Dofiri, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Basuki Hadimuljono, hingga Rosiana Silalahi.

Sultan yang juga Raja Keraton Yogyakarta itu pada pertengahan sesi dialog menjelaskan mengapa provinsi DIY dengan sisa-sisa sistem pemerintahan tradisional tetap menjunjung demokrasi dan bukannya bersikap feodal.

"Saya pun banyak yang nanya, 'lho, mestinya kan Jogja itu kan feodal, kan gitu, kerajaan. Kenapa demokrasinya tinggi?" kata Sultan, Minggu (26/10).

Dengan capaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) DIY sekarang ini, Sultan mengklaim selalu membuka ruang-ruang berdemokrasi di wilayahnya, sebagaimana sistem yang dianut oleh Republik Indonesia.

"Bahwa DIY itu bagian dari republik," kata Sultan.

Dengan alasan itu pula, Sultan pada 2016 silam di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) saat pengujian Pasal 18 ayat (1) huruf m UU Keistimewaan DIY menyampaikan bahwa perempuan memungkinkan untuk terlibat dalam proses regenerasi di Keraton Yogyakarta.

"Saya di MK untuk bicara wanita menjadi bagian dari bisa dimungkinkan untuk regenerasi di Keraton Jogja kok nggak boleh, itu gimana? Wong aturan itu di Keraton nggak ada. Tapi, saya tunduk pada republik," ucap Sultan.

"Republik tidak membedakan laki-laki sama perempuan, kenapa saya membedakan? Kan saya tidak konsisten. Zaman sudah berubah, itu (tradisi patriarkis) kan leluhur saya. Lho, saya kan menjadi bagian dari republik, ya harus tunduk pada undang-undang republik. Malah memenuhi undang-undang, malah dianggap salah, kan gitu? Kan aneh bagi saya," sambungnya.

Pada 2017 silam, MK mengabulkan gugatan soal syarat pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m UU 13/2012 tentang Keistimewaan DIY, dengan menghapus kata 'istri' dalam aturan syarat cagub dan cawagub Yogyakarta karena dinilai diskriminatif.

Pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri saat itu, Tjahjo Kumolo menyatakan tak mencampuri suksesi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta.

Ia juga berpendapat bahwa putusan MK terkait penghapusan kata 'istri' itu tidak terkait dengan suksesi kepemimpinan di keraton, melainkan hanya mengatur soal syarat administrasi gubernur DIY.

"Kami (berpatokan pada) undang-undang. Walau Yogyakarta daerah istimewa, keistimewaannya adalah Kasultanan Yogya dan Pakualaman," kata Tjahjo di Semarang pada 8 September 2017.

(kum/dal)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER