Siswa Sekolah Rakyat di Ambon Disetrika Guru Gara-Gara Bikin Tato
Seorang siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas 40 berinisial MAL (17) diduga menjadi korban kekerasan oleh guru. Korban disetrika di bagian dada hingga mengalami luka bakar.
Peristiwa bermula saat MAL bersama enam orang teman membuat tato di tubuh mereka. Tato tersebut diukir dengan nama masing-masing. Aksi mereka terpergok oleh wali asuh sekolah. Mereka pun dikumpulkan di ruangan dan diberi nasihat tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Tiba-tiba, seorang guru bernama Bahri datang sambil menenteng setrika panas dan langsung ditempelkan ke bagian dada korban.
Korban pun kepanasan dan tidak memberi perlawanan apa-apa. Ia hanya pasrah dan menjalani hukuman dengan kondisi tubuh terbakar.
"Sekitar jam tujuh malam saya dapat setrika di bagian dada dari Pak Bahri, saya tulis nama di bagian dada, kami sekitar enam orang yang kedapatan, kami sempat dihukum cuma saya disetrika," ujarnya saat ditemui, Rabu (12/11).
Siswa dari keluarga miskin dari Kabupaten Maluku Tengah itu lantas memprotes hukuman yang dinilai tak wajar dan tidak manusiawi.
"Bagi saya, hukuman itu tidak manusiawi," cetusnya.
Kepala Sekolah Rakyat Menengah 40 Ambon, Afia Joris mengatakan yang melakukan penganiayaan merupakan seorang pegawai Kementerian Sosial yang bertugas di Sekolah Rakyat Menengah Atas 40 Ambon.
"Jadi tindakan kekerasan ini tidak dilakukan oleh pegawai, wali asuh atau wali asrama, guru, tidak ada, yang melakukan itu adalah salah satu pegawai Kemensos yang bertugas di sekolah rakyat," ucapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (12/11) siang.
Ia menjelaskan penyebab korban disetrika karena melanggar aturan sekolah sehingga diberikan hukuman. Ia menyesalkan hukuman yang diberikan kepada anak-anak didiknya disesalkan karena terlalu berlebihan.
Ia bilang pegawai Kemensos bernama Bahri tersebut sempat bertugas menjadi tim penerimaan siswa baru setelah Sekolah Rakyat Menengah Atas 40 Ambon mulai dirintis 3 Juli 2025.
Bahri ditempatkan di Ambon untuk berkolaborasi karena sumber daya manusia (SDM) yang masih terbilang minim terkait sekolah rakyat.
"Saya juga kaget kenapa bapak itu berada di situ dan kenapa tindakan itu dia lakukan, itu yang saya sesalkan, saya tidak terima anak-anak saya menjadi korban kekerasan," imbuh dia.
Sejauh ini, kata dia, pihaknya belum menempuh jalan hukum karena masih dalam proses mediasi dengan sang pelaku.
"Kami sedang menangani cuma masih terhalang sehingga belum ada proses hukum," katanya.
Sekolah Rakyat Menengah Atas 40 yang dicanangkan oleh Kementerian Sosial berlokasi di Jalan Wolter Monginsidi, Desa Lateri, Kecamatan Baguala, Ambon, Maluku.
Sekolah tersebut menampung sekitar seratus siswa miskin. Mereka berasal dari keluarga miskin dan tidak bisa bersekolah akibat keterbatasan ekonomi.
(sai/isn)