Istri almarhum Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang juga Ketua Gerakan Nurani Bangsa (GNB), Sinta Nuriyah Wahid, menyinggung tugas pokok dan fungsi Polri dalam audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri.
Hal itu disampaikan Sinta dalam audiensi dengan komisi yang baru dilantik Presiden RI Prabowo Subianto pada akhir pekan lalu. Komisi Percepatan Reformasi Polri itu dipimpin dua eks hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yakni Jimly Asshidique sebagai ketua sekaligus anggota, dan Mahfud MD sebagai wakil ketua sekaligus anggota.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu, Sinta Wahid menegaskan Polri harus bisa menjaga kedaulatan sipil dan bukan malah sebaliknya. Listyo selaku Kapolri juga masuk ke dalam tim yang resmi dibentuk Prabowo pada Jumat (7/11) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimanapun, Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan sipil dalam negara demokrasi kita. Bukan justru untuk menyakiti rakyat," ujar Sinta usai audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri yang digelar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Kamis (13/11).
Dalam kesempatan itu, Sinta menambahkan sejumlah masukan juga telah disampaikan kepada tim bentukan Prabowo itu.
Salah satu masukan dari GNB ini yaitu soal Polri harus bisa lepas dari intervensi politik maupun Bisnis.
Dia menegaskan hal tersebut penting dilakukan agar Polri dapat menjadi institusi yang semakin dipercaya untuk ke depannya.
"Ini hanya bisa dipenuhi dengan penyelenggaraan negara yang berpihak pada rakyat, adil, dan berlandaskan kedaulatan sipil dan kedaulatan hukum. Ini yang kami bawa datang ke sini untuk berdiskusi," katanya.
Pada kesempatan yang sama, anggota GNB Komaruddin Hidayat menyatakan masukan, kritik maupun saran sangat wajar dilayangkan kepada Polri.
Oleh sebab itu, Komarudin menyampaikan bahwa komisi reformasi Polri harus bisa menerima setiap saran dan kritik dari rakyat Indonesia. Dia menegaskan anggota Polri tak boleh mencederai hak rakyat dalam bersuara yang menyampaikan saran maupun kritik.
"Sangat wajar dan logis kalau rakyat mengajukan kritik, masukan, saran kalau tugas mulia itu dicederai oleh anggotanya, oleh berbagai hal-hal yang dianggap tidak sejalan dengan tugas mulia itu," kata Komarudin yang juga dikenal sebagai Ketua Dewan Pers tersebut.
Sebagai informasi, Gerakan Nurani Bangsa dimotori berbagai tokoh nasional baik dari pemuka agama maupun akademisi. Beberapa anggotanya antara lain Sinta Nuriyah Wahid, M Quraish Shihab, KH. Ahmad Mustofa Bisri, Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, hingga Franz Magnis-Suseno SJ.
Kemudian eks Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Omi Komariah Nurcholish Madjid, Amin Abdullah, Bhikkhu Pannyavaro Mahathera, Alissa Wahid, hingga Karlina Rohima Supelli.
Selanjutnya adalah Pendeta Jacky Manuputty, Pendeta Gomar Gultom, A Setyo Wibowo SJ , Erry Riyana Hardjapamekas, Ery Seda, Laode Moh Syarif, Makarim Wibisono, Komaruddin Hidayat, dan Slamet Rahardjo.
Sebelumnya pascagelombang demo akhir Agustus yang juga menuntut reformasi Polri, para tokoh GNB itu bertemu dan berdialog dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan.
Pertemuan pada 11 September itu berlangsung sekitar tiga jam membahas berbagai aspirasi dan tuntutan demonstran yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia dari mulai pembentukan tim investigasi untuk mengusut demo pada Agustus hingga aspirasi agar presiden melakukan reformasi di tubuh Polri.