Polri Ungkap Modus Penyebaran Propaganda Terorisme ke Anak dan Pelajar
Polri membeberkan modus penyebaran propaganda terorisme kepada anak-anak dan pelajar yang dilakukan melalui media sosial hingga game online.
Ia mengatakan modus penyebaran propaganda dilakukan secara bertahap, dimulai dari platform media sosial yang lebih terbuka.
"Propaganda pada awalnya didiseminasi melalui platform yang lebih terbuka seperti Facebook, Instagram dan game online," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers, Selasa (18/11).
"Propaganda didiseminasi dengan menggunakan video pendek, animasi, meme serta musik yang dikemas menarik untuk membangun kedekatan emosional dan memicu ketertarikan ideologis," ucap Trunoyudo.
Setelah anak atau pelajar dianggap sebagai target potensial, mereka akan dihubungi lebih lanjut oleh perekrut secara pribadi melalui aplikasi seperti WhatsApp atau Telegram.
Trunoyudo menyampaikan bahwa dari hasil pendalaman ada sejumlah faktor sosial yang menyebabkan anak atau pelajar mudah terpengaruh paham-paham tersebut.
Di antaranya, aksi bullying atau perundungan, anak broken home, kurang perhatian dari keluarga, proses pencarian jati diri, marginalisasi sosial, minimnya kemampuan literasi digital hingga faktor pemahaman agama.
"Salah satu kasus menonjol adalah peristiwa pengeboman di kita ketahui, kejadian yang ada di SMA Negeri 72 Jakarta Utara pada 7 November 2025 yang lalu yang melibatkan anak, meskipun fenomena tersebut berbeda dengan radikalisasi online," tutur Trunoyudo.
"Di mana pelaku melakukan aksi karena menjadi korban bullying dari rekannya dan meniru pelaku penembakan massal di luar negeri sebagai metode untuk melakukan aksi balas dendam dan bukan melakukan aksi karena keyakinan atas salah satu paham atau ideologi," sambungnya.
Hal itu disampaikan setelah Densus 88 Antiteror Polri telah menangkap lima orang yang berperan merekrut anak-anak dan pelajar untuk masuk ke dalam jaringan terorisme.
"Melakukan penegakan hukum terhadap kurang lebih lima orang dewasa yang berusaha melakukan rekrutmen terhadap anak-anak dan pelajar ya, kaitannya dengan jaringan terorisme," kata Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana, Selasa (18/11).
"Jadi, dalam setahun ini ada lima tersangka yang sudah diamankan oleh Densus 88 dengan tiga kali penegakan hukum dari akhir Desember 2024 hingga kemarin hari Senin tanggal 17 November 2025," sambungnya.
(dis/chri)