Wakapolri Sebut Sebagian Besar Masalah Polisi Ada di Tingkat Daerah
Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo mengungkap bahwa mayoritas permasalahan di kepolisian terjadi di level kewilayahan. Hal ini disampaikannya saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Selasa (18/11).
"Kami breakdown lagi, kami lihat bahwa kenapa sih masalah di polisi banyak sekali. Baik dari [survei] Litbang Kompas, dari Dumas [aduan masyarakat di kepolisian], maka kami melihat 62 persen permasalahan polisi ada di tingkat wilayah, dan 30 persen di tingkat Mabes Polri," ungkapnya dalam rapat di kompleks parlemen itu, Jakarta Pusat.
Perbaikan proses perekrutan dan beasiswa LPDP
Selain itu, Dedi mengaku Mabes Polri akan memperbaiki proses perekrutan. Ia juga mengatakan kepolisian akan menggandeng pihak eksternal terkait perekrutan anggota Polri tersebut.
"Perbaikan di bidang rekrutmen ini yang paling penting, kalau misalkan direkrut dengan baik dididik dengan baik maka akan menghasilkan anggota-anggota kepolisian yang baik. Pola-pola ini yang sedang dilakukan oleh asisten SDM [Sumber Daya Manusia], dengan kita juga menggandeng pihak eksternal untuk langsung terlibat langsung mengontrol bagaimana proses rekrutmen ini berjalan dengan baik," ujarnya.
Dia juga mengaku Mabes Polri mengupayakan langkah yang bisa K memperluas akses beasiswa pendidikan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) bagi seluruh jenjang anggota Polri.
"Kemudian peningkatan kapasitas kami juga melakukan peningkatan untuk program LPDP yang sebelumnya hanya untuk perwira Polri. LPDP di tahun 2025 ini, Bapak Kapolri memerintah kami untuk diperluas. Jadi mulai Bintara, ASN, perwira, pamen juga diberikan kesempatan yang sama untuk LPDP dalam rangka untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi," ujarnya.
Kinerja kapolres-kapolsek di bawah performa
Dalam rapat tersebut, Jenderal bintang tiga itu lalu membeberkan kinerja-kinerja kapolsek dan kapolres yang kurang baik sejauh ini serta penyebab-penyebabnya. Dedi mengatakan bahwa persoalan yang sedang dihadapi kepolisian saat ini salah satunya juga ada di Direktorat Reserse Kriminal tingkat kepolisian daerah yang tidak bekerja dengan baik.
"Kami lihat dari 4.340 Kapolsek, 67 persen ini underperformed. Kenapa underperform? Hampir 50 persen Kapolsek kami itu diisi oleh perwira-perwira lulusan PAG (Perwira Ahli Golongan). Kemudian Kapolres, dari 440 Kapolres yang sudah kami lakukan asesmen, 36 Kapolres kami underperformed. Ini catatan dari kami, kami harus melakukan perbaikan, demikian juga di Reskrim [Reserse Kriminal]," kata Dedi.
"Dari 47 Dit Reskrim yang sudah concern, 15 underperformed. Perubahan-perubahan ini harus segera kami lakukan kami sudah melakukan perbaikan-perbaikan dari sisi meritokrasi, pendidikan dan sebagainya," sambungnya.
Reformasi Polri meskipun menggaung sejak pascareformasi 1998, tuntutannya makin besar pascagelombang demo Agustus 2025 lalu di Indonesia. Dalam gelombang demo itu terjadi sejumlah kekerasan oleh polisi dalam pengamanannya, hingga tragedi maut mobil kendaraan taktis (rantis) Brimob yang terlibat kecelakaan maut dengan pengemudi ojek online, Affan Kurniawan.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim transformasi reformasi Polri yang dipimpin Komjen Pol Chryshnanda Dwilaksana pada September lalu.
Selain itu Presiden RI Prabowo Subianto juga membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri pada awal November ini. Komisi itu dipimpin dua eks Ketua MK yakni Jimly Asshidique sebagai ketua dan Mahfud MD sebagai wakil ketua.
Tim bentukan Prabowo itu juga melibatkan tiga eks Kapolri, dan juga Kapolri Listyo sebagai anggotanya.