Banjir Parah di Sumatra, Apa Pantas Menyalahkan Alam?

CNN Indonesia
Selasa, 02 Des 2025 12:13 WIB
Data BNPB mencatat ada 604 korban meninggal dunia akibat bencana di Sumatra. Masih ada 464 orang hilang, 2.600 orang luka. (AFP/CHAIDEER MAHYUDDIN)
Jakarta, CNN Indonesia --

Jam menunjukkan pukul 07.00 ketika Sandra berniat mengantar anaknya ke sekolah. Pagi itu, Selasa (25/11), sekolah anaknya akan memperingati hari guru.

Namun, langkah Sandra tertahan di teras rumah. Air kecoklatan menggenang setinggi mata kaki, mengalir melewati ban belakang sepeda motornya yang diparkir.

Sudah dua hari memang hujan tidak berhenti di daerah tersebut. Namun, Sandra tidak mengira banjir akan datang.

"Saya langsung selamatkan barang-barang," Sandra menceritakan momen sebelum banjir bandang menerjang rumahnya, Selasa (2/11).

Hanya berselang beberapa jam, rumah Sandra sudah tenggelam. Lebih dari dua meter. Dari kejauhan, hanya atap rumah yang masih terlihat.

Barang-barang yang tak sempat diselamatkan disapu oleh banjir yang membawa lumpur.

"Hancur rumah saya. Hancur semua enggak bersisa. Tapi alhamdulillah kami semua selamat," kata Sandra.

Sandra tinggal di salah satu perumahan di wilayah Tapanuli Tengah, Sumatra Utara (Sumut). Ia adalah satu dari lebih dari 1 juta orang yang terdampak banjir dan longsor di Sumatra Utara, Aceh dan Sumatra Barat.

Lahir dan besar di daerah tersebut, Sandra mengatakan banjir kali ini adalah yang paling parah.

Hingga Senin malam, ia bahkan masih mengungsi di rumah orang tuanya. Meski sudah mulai surut, rumahnya masih dipenuhi lumpur.

"Enggak pernah kejadian. Ini lah pertama kali," kata Sandra.

Kini, Sandra mengeluhkan bantuan dari pemerintah yang tak kunjung datang. Tak hanya di daerahnya, menurutnya banyak daerah lain di Tapanuli Tengah yang tak tersentuh bantuan.

Menurutnya, kondisi itu yang membuat ada warga mengambil barang-barang di minimarket.

Sandra dan keluarganya bertahan dengan persediaan beras dan telur sejak beberapa hari lalu. Persediaan itu telah menipis.

"Satu butir nasi pun belum dapat. Prabowo udah datang, Gubernur udah datang. Tapi timnya enggak gerak cepat bantu masyarakat," kata Sandra.

Dalam studi terbarunya, Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan kerugian imbas banjir dan tanah longsor ini mencapai Rp68,67 triliun.

Perhitungan kerugian ekonomi bencana banjir tersebut berdasarkan lima jenis kerugian.

Pertama, kerugian rumah yang masing-masing mencapai Rp30 juta per rumah. Kedua, kerugian jembatan dengan masing-masing biaya pembangunan kembali jembatan mencapai Rp1 miliar.

Ketiga, kerugian pendapatan keluarga sesuai dengan pendapatan rata-rata harian masing-masing provinsi dikali dengan 20 hari kerja.

Keempat, kerugian lahan sawah dengan kehilangan mencapai Rp6.500 per kg dengan asumsi per Ha dapat menghasilkan 7 ton. Kelima, perbaikan jalan per 1000 meter mencapai Rp100 juta.

Apa penyebab banjir?

Sejumlah pejabat pemerintah mengatakan banjir dan longsor di tiga daerah itu disebabkan fenomena cuaca ekstrem yang dipicu Siklon Tropis Senyar.

"Perlu kita ketahui, ini adalah Siklon Tropis Senyar yang memang sangat dahsyat, tetapi menurut BMKG sudah mulai menurun, oleh karena itu kita juga melakukan operasi modifikasi cuaca," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno beberapa waktu lalu.

Sejumlah pegiat lingkungan tidak sependapat dengan hal itu.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai banjir besar dan longsor yang melanda Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh tidak hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem semata, namun akibat masifnya alih fungsi lahan.

Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional Uli Arta Siagian menjelaskan dalam analisisnya, WALHI menemukan sejak 2016 hingga 2024, ketiga provinsi tersebut kehilangan sekitar 1,4 juta hektare hutan.

Sementara itu, terdapat 631 izin perusahaan yang beroperasi.

"Perusahaan-perusahaan ini bergerak di sektor tambang, lalu kemudian juga di sektor perkebunan monokultur sawit, PBPH atau Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan, dan industri-industri energi lainnya seperti PLTA dalam skala yang besar yang terjadi di Batang Toru dan wilayah lainnya," kata Uli saat dihubungi.

Menurutnya, kondisi ekologis di tiga provinsi itu sudah rentan. Kondisi itu membuat daya rusak bencana menjadi besar ketika terjadi cuaca ekstrem.

"Jadi, kami melihat bahwa alih fungsi lahan itu adalah penyebab utama dari banjir yang terjadi di tiga provinsi itu. Curah hujan, siklon, dan lain sebagainya itu hanya pemicu. Tetapi kondisi ekologis kita itu sendiri juga sudah rentan," ujarnya.

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas mengatakan banjir besar tersebut merupakan akumulasi dari dua faktor saling terkait: krisis iklim yang memperkuat intensitas cuaca ekstrem dan deforestasi.

Menurutnya, kemunculan Siklon Tropis Senyar di sekitar Selat Malaka merupakan fenomena yang sangat jarang di wilayah khatulistiwa, dimana sebagian besar Indonesia berada di sekitar garis khatulistiwa.

"Biasanya dia muncul misalnya Siklon Tropis atau Taifun di Filipina, yang sering terjadi di Jepang atau misalnya di Vietnam. Nah, artinya memang Siklon Tropis yang terjadi di Indonesia ini adalah dampak dari perubahan iklim, yang kemudian ini yang kami sebut sebagai krisis iklim karena dia akan membawa, meningkatkan curah hujan yang tinggi," ujar Arie.

Arie menjelaskan daya dukung lingkungan di Sumatra juga sudah jauh menurun akibat terjadi deforestasi bertahun-tahun.

Analisis Greenpeace dengan merujuk data Kementerian Kehutanan menemukan, dalam kurun 1990-2024, banyak hutan alam di Provinsi Sumatra Utara beralih fungsi menjadi perkebunan, pertanian lahan kering, dan hutan tanaman. Situasi serupa terjadi di Aceh dan Sumatra Barat

Mayoritas DAS di Pulau Sumatra telah kritis dengan tutupan hutan alam di bawah 30 persen.

"Dalam konteks daya dukung, daya tampung ekosistem yang berbasis daerah aliran sungai itu, itu memang sudah rentan gitu. Dia sudah tidak lagi bisa menampung, ekosistemnya itu sudah rusak. Ketika terjadi curah hujan yang tinggi, kemudian fungsi hutannya sudah tidak berfungsi lagi. Sehingga terjadilah banjir," ujar Arie.

Siapa yang harus tanggung jawab?


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :