Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 12 tahun 6 bulan penjara kepada terdakwa Muhammad Arif Nuryanta. Selain hukuman badan, mantan Ketua PN Jakarta Selatan itu juga diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Majelis meyakini Arif terbukti menerima suap terkait putusan lepas tiga korporasi dalam perkara ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya pada periode Januari-April 2022.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan, serta pidana denda Rp500 juta," ujar Ketua Majelis Hakim Efendi saat membacakan amar putusan di ruang sidang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/12) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain hukuman utama, Arif yang juga pernah menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dijatuhi pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp14,7 miliar subsider lima tahun penjara.
Hakim menyatakan Arif terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi menerima suap secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 2 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Total suap yang diterima Arif mencapai Rp14.734.276.000 yang diberikan dalam dua tahap.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai perbuatan Arif tidak mendukung komitmen negara mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tindakannya juga dinilai mencoreng nama baik lembaga yudikatif sebagai benteng terakhir keadilan.
Adapun hal meringankan adalah Arif telah mengembalikan sebagian uang suap dan dinilai memiliki tanggungan keluarga.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menuntut pidana 15 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, serta uang pengganti Rp15,7 miliar subsider enam tahun penjara.
Baik Arif maupun jaksa menyatakan akan memanfaatkan waktu tujuh hari untuk mempertimbangkan langkah banding.
Sebelumnya, majelis hakim telah menjatuhkan putusan terhadap tiga hakim Tipikor Jakarta, yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom yang memutus lepas tiga korporasi dalam perkara serupa.
Ketiganya dihukum 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Djuyamto diwajibkan membayar uang pengganti Rp9,21 miliar subsider empat tahun penjara, sementara Agam dan Ali Muhtarom masing-masing harus membayar uang pengganti Rp6,4 miliar subsider empat tahun penjara.
(ryn/tis)