Sekretaris Jenderal Gerindra Sugiono menegaskan partainya mendukung wacana Pilkada kembali dilakukan di DPRD.
"Gerindra ada dalam posisi mendukung upaya ataupun rencana untuk melaksanakan pemilukada ini oleh DPRD di tingkat bupati, wali kota ataupun di tingkat gubernur," kata Sugiono dalam keterangannya, Senin (29/12).
Ia mengatakan Partai Gerindra berpandangan pilkada lewat DPRD akan lebih efisien ketimbang pilkada langsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya berpendapat pilkada melalui DPRD juga tidak akan menghilangkan esensi demokrasi, karena calonnya juga dipilih anggota legislatif yang merupakan pilihan masyarakat dalam pemilihan umum.
"Kalau misalnya partai politik itu ingin bertahan atau tetap hadir di daerah-daerah tersebut, tentu saja mereka harus mengikuti apa yang menjadi kehendak konstituennya," kata dia yang juga Menteri Luar Negeri RI itu.
Terpisah, Anggota Komisi II DPR dari Golkar, Ahmad Irawan mengatakan partainya sejak awal mendukung usulan tersebut. Irawan menilai pilkada lewat DPRD sebagai wujud daulat rakyat yang dinilai telah konstitusional.
"Partai Golkar sejak awal mendorong pilkada melalui DPRD. Pelaksanaan pilkada melalui DPRD merupakan wujud pelaksanaan daulat rakyat secara konstitusional dan demokratis," kata Irawan saat dihubungi, Minggu (7/12).
Bahkan, dia mendorong agar pilkada lewat DPRD berlaku untuk semua tingkatan baik bupati wali kota, terlebih gubernur. Sebab, gubernur selama ini hanya menjalankan sisa kebijakan dari kabupaten kota.
"Semua tingkatan, khususnya tingkat provinsi, yang hanya melaksanakan kewenangan residu. Karena otonomi seluas-luasnya ada di kabupaten/kota," kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan pelaksanaan pilkada langsung tidak produktif dan evektif.
Cak Imin mengaku akan mengevaluasi penyelenggaraan pilkada langsung yang sudah berjalan sejak 2005 silam.
Pernyataan itu disampaikan Cak Imin saat menghadiri pembukaan Musyawarah Wilayah (Muswil) PKB Jawa Timur di Surabaya, Jumat (19/12).
"Pilkada langsung tidak produktif dan banyak sistem demokrasi yang tidak efektif, kita akan evaluasi," kata Cak Imin yang juga Menko Pemberdayaan Masyarakat.
Begitupula dengan PAN.
Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi yang mengaku mendukung usul Partai Golkar tersebut. Namun, dia memberi catatan, pertama harus didukung semua fraksi di DPR dan kedua, tidak menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat.
Di sisi lain, menurutnya, UUD selama ini tidak mengatur pilkada harus dipilih secara langsung. Dia bilang UUD hanya memerintahkan bahwa pilkada harus dipilih secara demokratis.
"Kajian akademis sampai saat ini pun masih terbelah menjadi dua. Yakni ada pihak yang sepakat pilkada tidak langsung, dan ada yang tidak sepakat dengan beragam argumentasinya," kata Viva.
Terpisah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera mempertimbangkan pilkada lewat DPRD hanya untuk tingkat kabupaten.
Sementara bagi wali kota, pilkada tetap dipilih secara langsung. Menurut dia, pilkada lewat DPRD untuk kabupaten bisa dilakukan untuk menyeimbangkan antara popularitas dan kapasitas.
"Lebih pada menyeimbangkan popularitas dengan kapasitas," kata Mardani.
Sementara, untuk level kota pilkada tetap dipilih secara langsung oleh masyarakat. Dibanding level kabupaten, dia menilai sistem demokrasi di kota lebih baik.
Menurut dia, pilkada langsung penting untuk terus diterapkan karena memiliki legitimasi dan tidak mudah untuk diturunkan. Pilkada langsung, menurut Mardani, bisa memunculkan mutiara meski diusulkan partai kecil.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menegaskan sikapnya menolak wacana tersebut.
Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengatakan PDIP menolak wacana ini karena sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan bahkan ada putusan MK yang mendukung pemilihan secara langsung.
"Tapi secara prinsip bahwa Undang-Undang Dasar kita sudah mengatakan Pasal 18 dipilih secara demokratis dan ada putusan MK yang dimaksud dengan demokratis adalah pemilihan secara langsung, itu aturan yang harus kita jaga bersama-sama," kata Guntur pada acara Inside Politics CNN Indonesia TV, Selasa (23/12).
Menurutnya, permasalahan pilkada bukan politik uang atau money politic, melainkan soal lemahnya penegakan hukum.
"Emang ketika dipilih DPRD enggak ada money politic? Ya kan? Masalahnya kan money politic itu hanya terjadi misalnya dalam lingkaran DPRD itu sendiri, kalau langsung ya mungkin melibatkan lebih banyak. Tapi artinya money politic itu tetap akan ada. Artinya apa? Isunya adalah soal penegakan hukum," ujarnya.
Sama dengan PDIP, Demokrat yang juga menolak wacana tersebut.
Ketua Dewan Pakar Demokrat, Andi Mallarangeng mengatakan wacana ini sama saja dengan mengambil hak rakyat dan memberikannya kepada elite politik.
"Kalau tiba-tiba diubah lagi menjadi oleh DPRD, sama saja mengambil hak rakyat untuk memilih pemimpinnya, diberikan kepada elit politik, yang namanya DPRD," katanya di acara Inside Politics with Diana Valencia yang disiarkan CNNIndonesia TV, Selasa (23/12) malam.
Andi mengakui kalau biaya politik mahal. Ia pun menyarankan agar fokus untuk membuat Pilkada tidak mahal, bukan dengan menghilangkan pemilihan langsung.
"Tapi kalau itu persoalannya, ada banyak cara untuk membuat Pilkada menjadi lebih murah. Tinggal kita mau apa tidak. Kan persoalannya bahwa Pilkada mahal? Kalau Pilkada mahal, jangan kemudian mari kita fokus pada bagaimana membuatnya tidak mahal," ujarnya.
Saat berita ini ditulis, CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan sikap dari NasDem sebagai salah satu partai di parlemen.
(kid/mnf/kid)