Indonesia di era 1990-an boleh saja merasa superior dari negara-negara lain di sektor bulutangkis. Akan tetapi, kini prestasi Indonesia cenderung menurun.
Dalam satu tahun terakhir, putra-putri terbaik bangsa gagal di All England, Thomas dan Uber Cup, serta hanya raih satu gelar di Piala Sudirman.
Susi Susanti, mantan peraih emas olimpiade serta penerima penghargaan Hall of Fame dari Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) pada Mei 2004, memberikan pendapat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Regenerasi memang agak sedikit terhambat. Pemain-pemain muda tentu ada, tetapi pilihannya masih sedikit,” ujar Susi dalam wawancara bersama CNN Indonesia.
Susi memberikan gambaran bahwa peminat bulutangkis di Indonesia tak pernah surut. Sebagai contoh, menurutnya, adalah turnamen ASTEC Open Indonesia yang diselenggarakan pertengahan Agustus 2014 bisa diikuti oleh lebih dari 1.100 peserta, mulai dari level usia dini hingga veteran.
“Namun, sekian banyak pemain itu akan melalui saringan di berbagai lapisan. Sehingga yang bisa dipilih oleh PB PBSI hanya sedikit,” ujar Susi.
Ketika berbicara mengenai pembinaan para atlet, Susi menyayangkan dukungan dan perhatian pemerintah baru ada sekitar tiga bulan menjelang kompetisi besar seperti SEA Games atau Asean Games.
Padahal, bagi Susi, jangka waktu tiga bulan terlalu singkat, terlebih mengingat pembinaan memerlukan proses yang tidak sebentar.
Susi menekankan bahwa perhatian pemerintah ini seharusnya jauh lebih besar ketimbang ke sepakbola, yang minim prestasi.
“SEA Games saja tidak,” komentar Susi tentang olahraga tersebut. “Padahal, sebelumnya, sampai APBD saja dikeluarkan untuk bola, sedangkan bulutangkis susah sekali.”
“Olahraga yang memberikan prestasi dan kebanggan untuk bangsa sudah seharusnya diprioritaskan.”
Tentang pembinaan yang dilakukan oleh PB PBSI sekarang, Susi memberikan pujian, bahwa ada perkembangan di bidang sains olahraga dan pengembangan fisik pemain. Namun, bisa lebih ditingkatkan dengan merancang program yang lebih detail sesuai kebutuhan masing-masing pebulutangkis.
“Ada pemain (tipe) serang, pemain berpukulan volley, dan pemain tipe bertahan. Kebutuhannya beda-beda,” menurut Susi.
Susi juga menyoroti mental pemain di jaman sekarang.
“Secara prestasi kita agak tertinggal saat ini. Sayangnya, para pemain justru malah menjadi takut untuk bersaing. “
Menurut istri dari Alan Budikusuma itu, kondisinya berbeda saat ia masih bermain. Para pebulutangkis dengan segala keterbatasannya justru ingin menunjukkan kemampuannya semaksimal mungkin, menurut Susi.
“Di zaman yang serba mudah, pemain terkadang pasrah dengan lawan yang dianggap lebih superior,” pungkas wanita kelahiran Tasikmalaya ini.
Akan tetapi, Susi tetap yakin dengan pembinaan yang baik, bulutangkis Indonesia masih akan berprestasi di masa yang akan datang, termasuk sektor putri yang memang pada beberapa tahun belakangan minim prestasi.
“Dunia itu selalu berputar, jadi mungkin saja di masa depan sektor tunggal justru akan menjadi lebih baik dibandingkan ganda.”
“Tetapi ya memang yang paling penting itu masalah pembinaan,” ujar Susi optimis.